Oleh: Ustadz Budi Ashari, Lc.
(Arrahmah.com) – Ilmu yang bersifat Dzon sangat mungkin dibantah dan dibatalkan oleh ilmu atau penelitian berikutnya atau yang lainnya. Sementara sifat ilmu Qoth’iy (Yaqiny) tidak ada pertentangan dan benturan di dalamnya dan tidak mungkin ada ilmu berikutnya yang membatalkan kebenarannya.
Karenanya salah satu ilmu yang Qothiy adalah Al Quran Al Karim. Karena Al Quran dalam keyakinan orang beriman tidak mungkin ada keraguan di dalamnya apalagi ada yang membatalkan kebenarannya. Dalam bukti yang telah berjalan 15 abad sejak diturunkan dan telah melewati berbagai zaman, terbukti tidak ada satupun ilmu yang bisa membuktikan bahwa salah satu ayatnya salah.
Nah, pagi ini saya berbicang lagi dengan Pak Muhaimin Iqbal. Seperti biasa, perbincangan dengan beliau adalah perbincangan Al Quran yang diaplikasikan dalam berbagai dunia nyata, di antara yang paling seru adalah dunia pertanian. Beliau mengisahkan beberapa pertemuan akademik, duduk bersama para pakar di bidang pertanian dan lingkungan. Ada kesimpulan yang menarik dari semua itu: ilmu mereka dzon.
Begitulah, kita akan semakin yakin di bidang ilmu apapun, tanpa kepastian wahyu sering hanya menghasilkan ilmu dzon. Jika ada peradaban yang dibangun dari ilmu-ilmu dzon tersebut, maka hasilnya adalah peradaban dzon.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa ilmu dzonny bersifat tak mencapai tingkat yakin. Artinya, ketika ada keyakinan yang datang maka sangat mudah jatuh ilmu tersebut. Padahal bisa jadi ilmu itu telah diedarkan ke seluruh dunia dan telah menjelma menjadi teori-teori berikutnya kemudian telah melahirkan berbagai bangunan megah, sistem, kebijakan dunia dan sebagainya. Ketika telah sebesar dan seluas itu, maka tentu tak semudah membalik telapak tangan untuk menerima keyakinan yang datang. Apalagi bagi para pecundang, atau para pemain pragmatis, oportunis, atau dengan bahasa yang lebih jelas kafirin dan munafikin.
Ilmu Dzonny hanya lebih tinggi sedikit dibandingkan keraguan. Itulah mengapa Al Quran yang sering mengkritik peradaban orang-orang kafir yang berbasis Dzon berkata,
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan (dzon) saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Qs. Yunus: 36)
Itu artinya, sehebat apapun peradaban berbasis dzon tidak akan pernah sampai pada kebenaran sesuatu. Ketika mereka menanam dan mengurusi lingkungan tak pernah sampai pada kebenaran. Ketika mereka mengurusi pendidikan dan keluarga tak pernah sampai pada kebenaran. Ketika mereka memimpin dengan semua teori politik dan kepemimpinan tak pernah sampai pada kebenaran. Ketika mereka mengelola kesehatan tak pernah sampai pada kebenaran. Ketika mereka menampung keuangan umat tak pernah sampai pada kebenaran. Ketika mereka menemukan teknologi tak pernah sampai pada kebenaran. Tak pernah sempurna dan tak bisa bahkan sekadar meniru peradaban Islam yang telah lewat.
Supaya kalimat ini tak hanya menjadi klaim, mari kita lihat contoh berikut. Untuk dunia kesehatan, dulu peradaban Islam menyebut Bymaristan untuk rumah perawatan pasien. Adapun hari ini disebut rumah sakit. Selain penyakit yang semakin tak terkendali dan sulit ditemukan obatnya oleh para ahli kesehatan zaman ini, mari lihat yang dilakukan oleh Bymaristan ketika pasien yang datang berobat:
- Setiap pasien yang datang akan dicatat namanya
- Diperiksa oleh kepala dokter detak jantungnya, urinenya dan ditanyakan berbagai gejalanya
- Jika oleh dokter pemeriksa dinyatakan hanya rawat jalan, maka dibuatkan resep saja
- Resep dibawa ke bagian apotek untuk mengambil obatnya
- Jika dokter menyatakan harus dirawat, maka akan langsung diserahkan kepada tim perawatnya (dokter pengawas, perawat dan pelayan kebutuhan pasien)
- Setiap pagi dilakukan kunjungan dokter ke semua pasien
- Jika telah sembuh, pasien dipersilakan pulang dengan diberi baju baru dan beberapa keping uang emas sebagai ganti selama sakit dan masa pemulihan tidak mampu mencari nafkah
Pertanyaannya, apakah semua poin di atas mampu ditiru utuh oleh peradaban rumah sakit hari ini? Anda pasti sepakat menjawab: Tidak!
Ya, karena mereka tak akan sampai pada kebenaran yang sesungguhnya.
Semua ini menjadi lebih mudah dipahami ketika kita membaca ayat berikut:
أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Qs. Ar Ra’d: 17)
Ayat tersebut menyampaikan perumpamaan antara yang haq dan bathil. Otomatis, menyampaikan tentang kualitas para pembawanya. Maka, mereka yang tidak minat dengan Al Quran sebagai panduan Qoth’iy di berbagai bidang ilmu akhirnya hanya menjadi sekumpulan zabad (buih). Dan buih akan hilang walau menggunung.
Sekarang kita paham:
Generasi zabad, wajar hanya menghasilkan peradaban dzon.
Dan itu bukan anak-anak kita di kemudian hari!
(*/Arrahmah.com)