GAZA (Arrahmah.com) – Setelah 22 hari melakukan agresi biadab ke wilayah Gaza, tentara zionis Israel mengumumkan gencatan senjata sepihak. Korban gugur telah mencapai bilangan lebih dari 1.300 nyawa, jumlah luka-luka pun mencapat lebih dari 5.300.
Setelah Israel mengumumkan gencatan senjata sepihak, sejumlah faksi pejuang Palestina antara lain Hamas, Jihad Islam dan Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) menggelar pertemuan di Damaskus dan hasilnya, mereka menyatakan gencatan senjata selama satu minggu dengan syarat selama sepekan itu Israel sudah harus menarik seluruh pasukannya dari Jalur Gaza.
“Kami yang tergabung dalam gerakan perlawanan Palestina mengumumkan gencatan senjata di Jalur Gaza dan menuntut pasukan musuh mundur dalam jangka waktu satu minggu serta membuka semua perbatasan agar bantuan kemanusiaan dan kebutuhan dasar bisa masuk,” kata Musa Abu Marzuk, salah satu pimpinan biro politik Hamas di Damaskus, Suriah hari Minggu (18/1) kemarin.
Hamas juga mengkritik pertemuan Mesir yang dihadiri sejumlah pimpinan negara Arab dan Eropa, diantaranya dari Mesir, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Turki dan Yordania. Ikut hadir dalam pertemuan tersebut, Pimpinan Liga Arab Amr Musa, Sekjend PBB Ban Ki-Moon dan Presiden Palestina Mahmud Abbas.
Hamas menilai pertemuan itu tidak berbobot dan merupakan konspirasi besar untuk melemahkan kekuatan Hamas di Gaza. Pertemuan Mesir memang terkesan cuma basa-basi belaka atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza akibat ulah Israel, karena peserta pertemuan Mesir masih menunjukkan dukungannya pada Israel.
Presiden Prancis Nicolas Sarkozy yang hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan mendukung Israel dan akan ke Israel untuk menyampaikan pesan dari hasil pertemuan itu. “Kami mendukung Israel dalam upayanya mempertahankan hak-hak dan keamanannya,” kata Sarkozy.
“Meski demikian, jika tembakan roket (pejuang Palestina) sudah berhenti, Israel harus segera menarik pasukannya dari Gaza. Tidak ada solusi lain untuk mencapai perdamaian,” sambung Sarkozy.
Sementara itu, merespon tuntutan Hamas, pihak Israel menyatakan tidak menentukan jadwal penarikan mundur pasukannya dari Jalur Gaza, sampai Hamas dan faksi pejuang Palestina menghentikan tembakan roket-roketnya.
“Maaf, Hamas tidak bisa memberikan batas waktu pada Israel untuk menarik pasukannya. Kami tidak akan menarik pasukan sampai kami memutuskan bahwa situasi sudah benar-benar aman di negara kami, sekarang masih belum aman karena Hamas masih menembakan roket-roketnya,” kata juru bicara militer Israel, Avital Leibovich.
Jubir Israel itu menambahkan, militer Israel akan melakukan penilaian setiap hari terhadap situasi keamanan dan kita akan melihat apakah kita akan menuju ke arah situasi keamanan yang stabil atau kita harus melanjutkan operasi.”
“Operasi militer belum berakhir. Ini cuma gencatan senjata,” sambung Leibovich.
Agresi brutal Israel selama 22 hari ke Jalur Gaza, menimbulkan korban yang besar di pihak Palestina. Sekitar 1.300 warga Palestina, 410 diantaranya anak-anak gugur syahid dan 5.300 orang lainnya luka-luka. Di hari pertama Israel mengumumkan gencatan senjata, tim evakuasi menemukan sekitar 100 jenazah di bawah reruntuhan gedung-gedung yang hancur.
Menurut dokter Muawiya Hassanein dari layanan gawat darurat di Gaza selain anak-anak, korban syahid terdiri dari 109 orang perempuan, 113 warga lanjut usia, 14 paramedis dan empat jurnalis.
Lagi-lagi, pembantaian dilakukan, setelah itu perdamaian. Kemudian pembantaian lagi, lalu perdamaian lagi, Sampai berapa banyak korban harus berjatuhan, sementara tanah milik kaum Muslim itu masih tetap terjajah?
Sungguh sangat hina, bila umat Islam harus berdamai dengan Israel yang nota bene telah menjajah dan merampas tanah milik kaum Muslim sekaligus telah membunuh ribuan kaum Muslim. Juga sangat hina, bila para tentara Muslim di berbagai negeri Muslim yang memiliki persenjataan lengkap diam serta tidak menolong saudara mereka di Gaza, malah menyarankan berdamai.
Tentu saja saran berunding dengan penjajah, menujukkan hilangnya harga diri di tengah-tengah umat ini, setelah darah ribuan syuhada mengalir di tanah Gaza. Hal itu juga merupakan pengkhianatan terhadap Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Seperti pesan yang disampaikan oleh seorang warga Gaza, persoalan yang menimpa Gaza bukan saja masalah makanan dan obat-obatan melainkan masalah kehormatan yang ingin terlepas dari penjajahan Israel.
“Ingat hal penting, kami tidak akan menyerah apapun yang terkorban kami, kami termasuk tanah ini, adalah jiwa kami dan tidak seorang pun yang bisa hidup tanpa jiwa,” kata salah seorang warga Gaza di dalam pesannya. (Hanin Mazaya/bbs/arrahmah.com)