TRIPOLI (Arrahmah.com) – Gencatan senjata diumumkan oleh sekutu Jenderal Khalifa Haftar yang menguasai sebagian besar wilayah timur dan selatan Libya.
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang berbasis di Tripoli dan diakui secara internasional menerbitkan pernyataan yang juga menyerukan pemilihan pada Maret tahun depan.
Libya telah dilanda kekerasan sejak Kolonel Muammar Gaddafi digulingkan oleh pasukan yang didukung NATO pada 2011. Sejak itu, pemerintahan terpecah menjadi dua.
Konflik di sana telah menyebabkan perpecahan di tubuh NATO.
Bulan lalu, Perancis untuk sementara menarik diri dari operasi keamanan NATO Sea Guardian, menuduh Turki melanggar embargo senjata terhadap Libya.
Itu terjadi beberapa minggu setelah kapal-kapal Turki diduga menargetkan kapal perang Perancis di Mediterania -sesuatu yang dibantah keras oleh Ankara, lansir BBC (21/8/2020).
Kepala GNA Fayez Al-Sarraj “mengeluarkan instruksi kepada semua pasukan militer untuk segera menghentikan tembakan dan semua operasi tempur di seluruh wilayah Libya”, ujar pernyataan yang ditulis di halaman Facebook-nya.
Belum ada komentar langsung dari Jenderal Haftar tetapi Aguila Saleh, ketua parlemen yang berbasis di timur, yang mendukungnya, juga mengumumkan gencatan senjata.
Baik PBB maupun Presiden Mesir Abdul Fattah Al-Sisi, yang juga mendukung Jenderal Haftar, menyambut baik kesepakatan tersebut.
Para pendukung
Kedua belah pihak dalam perang Libya memiliki dukungan internasional, Turki, Italia, dan Qatar termasuk di antara mereka yang berpihak pada GNA di Tripoli, sementara Rusia, Mesir, dan Uni Emirat Arab mendukung Jenderal Haftar.
Perancis juga diperkirakan mendukung Jenderal Haftar, meskipun para pemimpin di Paris berulang kali membantahnya.
Embargo senjata PBB diberlakukan untuk menghentikan gelombang pasukan bayaran dan material ke negara itu, tetapi hanya berdampak kecil.
Turki menyetujui kesepakatan kerja sama militer dengan GNA pada 2019, dan mengerahkan pasukan ke negara itu pada Januari.
Pada bulan Juni, pasukan GNA akhirnya mendapatkan kembali kendali penuh atas Tripoli berkat bantuan yang lebih besar dari Turki. Jenderal Haftar telah menarik pasukannya dari pinggiran kota.
Sebuah laporan PBB yang bocor pada bulan Mei mengatakan bahwa ratusan tentara bayaran dari Grup Wagner Rusia yang dijalankan oleh Yevgeny Prigozhin, rekan dekat Presiden Vladimir Putin, beroperasi di Libya untuk mendukung Jenderal Haftar.
Ada laporan bahwa Grup Wagner dievakuasi dari negara itu, meskipun ini belum dikonfirmasi.
Hampir tidak ada pertempuran militer di Libya sejak Juni, tetapi apa yang tampaknya merupakan deklarasi gencatan senjata terkoordinasi oleh blok politik saingan Liby, menyiapkan panggung untuk fase baru dalam kebuntuan.
Ini menimbulkan harapan bagi populasi yang telah menanggung beban konflik negara selama hampir satu dekade. (haninmazaya/arrahmah.com)