BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Menjelang akhir tahun Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan sebagai gerakan mahasiswa yang mengusung ideologi Islam untuk perubahan Indonesia yang kini dilanda keterpurukan mencatat beberapa peristiwa penting terkait fakta faktual yang melanda negeri ini.
Catatan-catatan penting tersebut diantaranya masalah buruknya system pendidikan di Indonesia. Pendidikan di negeri zamrud khatulistiwa tercatat berada diposisi terendah versi Programme for International Study Assessment (PISA) 2012. Sedangkan Provinsi Aceh berada diperingkat terendah dalam ujian kelulusan Ujian Nasional SMA. Sebesar 3,11 persen siswa SMA di Aceh dinyatakan tidak lulus.
Sekjen GEMA Pembebasan PW Aceh, Akmal Setyawan menjelaskan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia disebabkan karena system pendidikan disini memakai sistem neo-liberal. Inilah pangkal kebobrokan system pendidikan di negeri ini. Meskipun dana pendidikan di dalam APBN besar, yakni sebesar 20 persen. Namun, nyatanya mutu pendidikan juga tidak berubah. Hal ini terjadi tidak lain karena dana anggaran untuk mutu pendidikan tersebut di makan tikus-tikus berdasi.
“Badan Pemeriksa Keuangan RI menemukan masalah dalam pengelolaan dana ujian nasional. Ditemukan potensi kerugian negara mencapai belasan miliar rupiah dalam penyelenggaraan UN tahun 2012 dan 2013. Kalau katanya mutu pendidikan kita bagus, itu hanya lips service saja untuk menutupi fakta kebobrokan ini,” kata Akmal dalam kegiatan diskusi Dialog Ideologis Khas Mahasiwa (DIALOGIKA) dengan tema “Kapitalisme-Demokrasi Pembunuh Rakyat!” di Lantai Dasar Mesjid Jami’ Universitas Syah Kuala Banda Aceh, Jumat sore (27/12/2013), seperti dilaporkan Toni (divisi opni GP) kepada redaksi.
Bahkan, seperti dipaparkan oleh Akmal dalam presentasinya, dari laporan Kajian Satu Dasawarsa Korupsi Pendidikan, Indonesian Coruption Watch (ICW) 2013 selama periode 2003-2013 ditemukan 296 kasus korupsi pendidikan yang disidik penegak hukum dan menyeret 479 orang sebagai tersangka. Dan, kerugian negara atas seluruh kasus ini jika ditotal keseluruhannya berjumlah Rp 619,0 miliar.
Selain catatan terhadap mutu pendidikan di Indonesia yang buruk, GEMA Pembebsan juga mencatat masalah lainnya. Seperti di bidang penegakan hukum yang tumpul dan tidak pernah tuntas, di bidang ekonomi dimana rakyat Indonesia semakin miskin dan meningkatnya jumlah pengangguran. Belum lagi APBN yang merampok rakyat, Akmal menggambarkannya seperti “kita sekarang kayak hidup di jaman Romawi dimana rakyat membayar upeti pajak kepada raja.”
Belum lagi hutang yang terus meningkat dan sumber daya alam dijarah Negara Asing. Lalu impian negeri agraris ini menjadi negeri yang memiliki ketahanan pangan. Namun faktanya, negeri ini malah menjadi negeri pengimpor pangan terbesar sejak tunduk dibawah ketiak World Trade Organization (WTO). Kemudian, masalah sosial budaya yang kacau balau. Seperti kasus pekan kondom, meningkatnya jumlah wanita melakukan aborsi setiap harinya. Ditambah lagi, jumlah pengidap HIV/AIDS yang semakin meningkat setiap harinya.
Kemudian, catatan system pertahanan dan keamanan kita yang lemah. Kasus hadirnya 13 pangkalan militer AS di perairan Indonesia dan kasus penyadapan yang dilakukan oleh AS dan Australia baru-baru ini menjadi dua contoh lemahnya system pertahanan dan keamanan negeri yang dulu sempat disegani oleh Asing ini.
Melihat rapor merah system demokrasi dan kapitalisme di Indonesia ini, GEMA Pembebsan kemudian menawarkan solusi atas permasalahan ini. “Karena faktanya jika system kapitalisme demokrasi masih tetap dipakai, maka Indonesia akan semakin rusak. Untuk itulah dibutuhkan resolusi di tahun 2014,” ungkap Akmal.
Solusi perubahan yang dimaksud adalah dengan mengganti system kapitalisme dan demokrasi yang telah rusak dengan system terbaik dengan menegakkan Khilafah, sembari ia menegaskan bahwa mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam mengusung perubahan ini di tahun 2014 mendatang. (azm/arrahmah.com)