KARACHI (Arrahmah.com) – Angin laut yang membawa suhu dingin pada Jum’at (26/6/2015) ternyata bisa meredakan gelombang suhu panas yang menewaskan lebih dari 1.150 orang selama seminggu penuh di sekitar kota pelabuhan Pakistan, Karachi, selama bulan puasa Ramadhan, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin.
Panas yang ekstrim hingga 44 derajat Celsius (111 Fahrenheit) – yang merupakan suhu terpanas sejak tahun 1981 – bertepatan dengan pemadaman listrik dan memicu kritik tajam dari warga Karachi yang penduduk sekitar 20 juta orang.
Pada Jum’at (26/6), suhu tinggi harian berkisar 36 derajat Celcius (97 Fahrenheit), menurut Dr Muhammad Hanif Direktur, dari Pusat Perkiraan Cuaca Nasional Pakistan.
Pemadaman listrik menyebabkan warga tidak bisa menyalakan kisap angin, air, dan listrik, pada awal Ramadan, ketika banyak Muslim tidak makan atau minum pada siang hari.
“Pada Jum’at, sedikitnya 1.150 orang tewas di rumah sakit yang dikelola pemerintah,” kata Anwar Kazmi dari Edhi Foundation, sebuah yayasan amal swasta yang mengelola jaringan ambulans dan kamar jenazah.
Krisis tersebut – menyusul gelombang panas di India bulan lalu yang menewaskan sekitar 2.500 orang – menggambarkan berapa banyak negara berkembang yang tidak siap untuk menghadapi kondisi cuaca ekstrim dimana ilmuwan mengatakan bahwa gelombang suhu panas itu akan menyertai perubahan iklim global dalam beberapa dekade mendatang.
“Perisitiwa ini terjadi di seluruh dunia … kita harus mempersiapkan diri dan mengembangkan strategi kami,” kata Qamar Zamanuz Chaudhry, penasihat khusus Organisasi Meteorologi Dunia PBB untuk Asia yang berbasis di Islamabad
“Sudah saatnya untuk mengambil pelajaran, bukan terjebak dalam saling menyalahkan menyalahkan.”
Partai politik nasional dan lokal Pakistan saling menyalahkan satu sama lain atas krisis ini, saat banyak bantuan telah diberikan oleh pihak militer dan badan amal swasta seperti Edhi Foundation.
(ameera/arrahmah.com)