IDLIB (Arrahmah.com) – Serangan rezim Suriah untuk menangkap provinsi utara Idlib telah menewaskan puluhan warga sipil dan memaksa lebih dari 200.000 orang melarikan diri selama sebulan terakhir, yang menyebabkan kekhawatiran akan krisis kemanusiaan besar di benteng terakhir yang dikuasai pejuang Suriah.
Tentara rezim Asad yang didukung Rusia, melancarkan serangan pada akhir April yang bertujuan merebut kembali jalan-jalan utama dan rute perdagangan di sekitar Idlib dan Hama utara, yang dipandang penting oleh rezim untuk mengonsolidasikan kontrolnya di utara negara itu, lansir The Independent (21/5/2019).
Sedikitnya 18 rumah sakit telah menjadi sasaran dan tidak bisa berfungsi oleh kampanye pengeboman intensif, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan puluhan warga sipil telah tewas dalam kekerasan terburuk yang melanda provinsi itu sejak musim panas lalu.
Amnesti Internasional mengatakan telah mendokumentasikan “serangan yang disengaja dan sistematis” oleh pasukan rezim Suriah dan Rusia di rumah sakit dan fasilitas medis lainnya, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam waktu yang sama, lebih dari 150 orang tewas dalam pertempuran itu, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, sementara Save the Children mengatakan bahwa setidaknya 38 anak-anak terbunuh oleh penembakan.
Laporan lokal menunjukkan bahwa pemboman kembali terjadi pada Senin (20/5) setelah gencatan senjata sementara yang memberikan sedikit kelonggaran bagi warga Idlib selama akhir pekan.
Kekerasan baru telah mengirim gelombang warga sipil melarikan diri dari daerah dekat garis depan pertempuran ke kota-kota dan desa-desa jauh di utara, di mana kelompok-kelompok bantuan sudah berjuang untuk berurusan dengan lebih dari satu juta orang terlantar dari seluruh Suriah.
Mohannad Darwish (28) dari dekat kota Kafranbel, termasuk di antara puluhan ribu yang melarikan diri ke utara ke tempat yang aman.
“Ada banyak serangan udara dan bom barel. Di daerah terburuk ada bom setiap menit, di tempat lain setiap jam,” katanya kepada The Independent melalui telepon.
“Banyak bangunan hancur dan banyak orang mati. Sangat buruk sehingga Anda bahkan tidak bisa bergerak.”
“Mereka tidak membedakan antara warga sipil dan bukan warga sipil,” tambahnya.
Yasser, yang tinggal di pedesaan Idlib utara, telah menyaksikan gelombang massa yang tiba di daerahnya selama beberapa minggu terakhir.
“Orang-orang tidur di toko-toko kosong karena mereka tidak mampu menyewa atau tidak bisa menemukan tempat di kamp,” katanya melalui telepon.
“Sebagian besar dari mereka melarikan diri karena penembakan yang berat. Beberapa datang karena rezim mengambil kendali atas desa mereka,” tambahnya.
Mercy Corps, kelompok kemanusiaan AS yang bekerja di Suriah, mengatakan harga makanan telah naik hingga 45 persen di beberapa daerah, dan pekan lalu 70 kelompok bantuan memperingatkan bahwa kondisi di Idlib telah mencapai “titik krisis”. (haninmazaya/arrahmah.com)