JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengacara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sidang dugaan penistaan agama mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan percakapan telepon dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin.
Dalam konferensi pers pada Rabu (1/2/2017) sekitar pukul 16.30 WIB di Wisma Proklamasi No. 41 Menteng, Jakarta Pusat, SBY menyebutkan bahwa penyataan pengacara itu menunjukkan bahwa teleponnya disadap.
SBY menegaskan, tanpa perintah pengadilan atau polisi, penyadapan terhadap pembicaraan teleponnya dengan K.H. Ma’ruf adalah ilegal.
“Saya kira semua mengikuti, kemarin dalam sebuah persidangan dikatakan ada rekaman, atau transkrip atau bukti percakapan saya dengan KH. Maruf Amin. Spekulasinya langsung macam-macam. Kalau betul percakapan saya dengan KH. Maruf Amin atau siapapun dilakukan tanpa perintah pengadilan, itu namanya penyadapan ilegal atau spying. Dari aspek hukum masuk, dari aspek politik juga masuk.” kata SBY.
SBY menekankan bahwa Political Spying adalah kejahatan yang serius, dinegara manapun juga, dan menambahkan bahwa dia juga ingin mencari dan mendapatkan keadilan, apa yang sesungguhnya terjadi.
SBY juga menuturkan bahwa belum lama ini, kurang lebih sebulan yang lalu, sahabatnya tidak berani menerima telepon darinya, karena diingatkan oleh orang dekat istana, ”hati-hati nanti disadap”.
Mantan Presiden diamankan oleh Paspampres. Yang diamankan adalah orangnya. Kalau betul-betul disadap, maka segala macam pembicaraan, strategi, akan diketahui oleh siapapun, dan mereka akan mendapatkan manfaat politik tentang seluk beluk strategi dari lawan politiknya.
Dalam Pilkada, jelasnya, penyadapan seperti ini dapat membuat calon menjadi kalah, karena pasti diketahui strateginya. Kita punya UU tentang ITE. Disitu dilarang siapapun melakukan penyadapan secara ilegal, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 800 juta rupiah.
“Kesimpulan yang ingin saya sampaikan adalah, dengan penjelasan saya ini, berangkat dari pernyataan pihak Pak Ahok yang memegang transkrip atau apapun, saya nilai itu adalah sebuah kejahatan karena itu adalah kejahatan ilegal. Bola sekarang bukan pada saya, bukan di KH. Maruf Amin, atau di pihak Pak Ahok, tetapi bola ada di tangan Polri dan para penegak hukum lain. Dan Kalau penyadapan dilakukan oleh institusi negara, bola ada di tangan oleh Pak Jokowi,” tegasnya.
“Kalau yang menyadap ilegal adalah tim pengacaranya Pak Ahok atau pihak lain, saya minta diusut, siapa yang menyadap itu. Ada lembaga Polri, BIN dan juga Bais TNI, itulah institusi negara yang memiliki kemampuan untuk menyadap. Pemahaman saya, penyadapan tidak boleh sembarangan, harus berdasarkan aturan UU. Tetapi kalau misalnya yang menyadap bukan Pak Ahok, tetapi lembaga lain itu, maka hukum harus ditegakkan.” tandasnya.
Dia menambahkan bahwa kasus penyadapan ini harus diusut tuntas, supaya jelas,agar terungkap kebenaran.
“Kalau saya yang dikawal paspampres saja bisa disadap, bagaimana dengan rakyat yang lain, politisi yang lain?” ujarnya.
(ameera/arrahmah.com)