BERLIN (Arrahmah.com) – Seorang aktivis yang berharap menjadi anggota parlemen pengungsi Suriah pertama di Jerman undur diri setelah menerima pelecehan rasis dan ancaman kematian.
Tareq Alaows, yang berencana mencalonkan diri untuk partai Hijau dalam pemilihan September mendatang, mengatakan pekan ini bahwa dia tidak bisa lagi melanjutkan karena tingkat ancaman yang dibuat terhadap dia dan sekutunya.
“Penarikan diri Tareq Alaows perlu menjadi peringatan,” kata Niema Movassat, anggota parlemen Partai Kiri keturunan Iran yang mewakili Oberhausen, tempat tinggal Aalows.
“Saya tidak heran, karena saya mengalaminya lagi dan lagi. Ini sangat sering terjadi jika anda sendiri yang memiliki latar belakang migrasi, sehingga anda mengalami rasisme dan ancaman.”
Mantan mahasiswa hukum di Damasku ini melarikan diri dari Suriah pada tahun 2015.
Setelah kedatangannya di Jerman, ia berkampanye untuk membela hak-hak pengungsi dan ikut mendirikan Seebrücke, yang mempromosikan operasi penyelamatan di Mediterania.
Dia menjadi kandidat Hijau Oberhausen pada bulan Februari dan bersaing untuk mendapatkan tempat di daftar negara bagian partai untuk mencalonkan diri pada bulan September, saat itu dia berharap menjadi warga negara Jerman.
“Pencalonan saya telah menunjukkan bahwa kami membutuhkan struktur yang kuat di semua partai, politik dan masyarakat yang melawan rasisme struktural dan membantu mereka yang terkena dampak,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh cabang partainya, yang menambahkan bahwa dia akan tetap berada jauh dari jangkauan publik untuk beberapa waktu.
Sejumlah tokoh politik senior secara terbuka mengungkapkan solidaritas dan frustrasinya. Heiko Maas, menteri luar negeri, menyebut pelecehan rasis itu “menyedihkan bagi demokrasi kita”.
Kementerian dalam negeri dan otoritas kepolisian Jerman telah mencatat meningkatnya tingkat perkataan yang mendorong kebencian dan pelecehan verbal terhadap politisi, pejabat kesehatan, dan jurnalis pada tahun lalu.
Pada Januari, pengadilan Frankfurt menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada seorang neo-Nazi atas pembunuhan Lübcke pada 2019, seorang politikus lokal di Persatuan Demokratik Kristen Angela Merkel. Dia menjadi sasaran karena pandangannya yang blak-blakan pro-pengungsi, dan dibanjiri oleh ancaman pembunuhan sebelum dia ditembak di luar rumahnya.
Delapan persen dari perwakilan di parlemen federal adalah imigran atau memiliki orang tua imigran, dibandingkan dengan 22 persen dari populasi secara keseluruhan, menurut platform online Media Service Integration. (Althaf/arrahmah.com)