WASHINGTON (Arrahmah.com) – Kabinet Barack Obama membela operasi militernya di Libya dengan mengatakan bahwa kebijakan perangnya di negara Afrika Utara tidak membutuhkan persetujuan dari Kongres.
Administrasi Obama rencananya akan mengirim laporan setebal 30 halaman kepada Kongres yang dimaksudkan untuk menjelaskan keterlibatan AS yang ‘terbatas’ dalam operasi yang saat ini telah diambil alih oleh NATO. Laporan itu pun memuat sejumlah argumentasi mengenai penggunaan hak konstitusional Obama untuk mengarahkan misi tersebut secara langsung, AP melaporkan hari Rabu (15/6/2011).
Laporan itu disusun sebagai jawaban atas kritikan anggota parlemen AS mengenai kebijakan perang Obama di Libya.
“Konstitusi mengharuskan presiden untuk berhati-hati dan tetap taat kepada hukum. Perlu digarisbawahi bahwa salah satu hukum yang harus dipatuhi adalah Resolusi Perang yang membutuhkan persetujuan Kongres, jika tidak presiden harus melakukan penarikan dalam jangka waktu 90 hari sejak pemberitahuan dari operasi militer,” juru bicara parlemen AS, John Boehner, mengatakan dalam sebuah surat pada hari Selasa (14/6).
“Kami memberi waktu lima hari sebelum kabinet dinyatakan akan melanggar Resolusi Perang, kecuali mereka meminta dan menerima otorisasi dari Kongres atau menarik semua pasukan AS dari misi (di Libya),” tambahnya.
Namun, penasihat hukum Departemen Luar Negeri AS, Harold Koh, menolak pernyataan itu.
“Kami tidak mengatakan Resolusi Perang tidak konstitusional atau harus dihilangkan. Kami dapat menolak untuk berkonsultasi dengan Kongres karena keterlibatan kami dalam misi inipun terbatas,” Koh mengatakan pada hari Rabu (15/6).
Laporan Gedung Putih kepada Kongres akan menjelaskan bahwa AS hanya menyediakan dukungan logistik, intelijen, dan pengintaian untuk NATO.
Namun, sebuah laporan oleh Pentagon berjudul “Kontribusi Amerika Serikat dalam Operasi Perlindungan Libya” menyatakan bahwa AS merupakan kontributor terbesar dalam perang dan yang melakukan hampir 27 persen dari seluruh serangan udara. (althaf/arrahmah.com)