Menjelang duel sengit Pilkada Jakarta, konstelasi politik semakin memanas. Adalah si Raja Dangdut Rhoma Irama dengan disengaja atau tidak tengah menabuh genderang persaingan menuju Jakarta Satu.
Bang Haji, begitu sapaan akrab Rhoma Irama tentu bukan orang yang asing lagi dimata masyarakat Indonesia. Selain namanya berkibar dibelantika musik negri ini, si raja dangdut tersebut juga sempat cukup lama berkiprah di dunia politik praktis. Sebagai public figur tersohor, wajar saja bila tindak tanduknya menjadi perhatian masyarakat.
Kali ini Rhoma membuat heboh dengan statementnya dalam ceramah ramadhan terkait pengharaman memilih pemimpin dari kalangan non Muslim yang oleh sebagian pihak dituding mencuri start kampanye berbau SARA. Namun Bang haji mengelak dan enggan meminta maaf.
Rhoma menjelaskan, dirinya hanya berdakwah, bukan kampanye untuk memenangkan pasangan nomor urut satu, yaitu Foke-Nara. Selain itu, dia juga menerangkan bahwa berbagai aspek kehidupan sudah diatur dalam Islam, termasuk dalam memilih pemimpin.
“Saya tidak perlu meminta maaf kepada kelompok Jokowi-Ahok karena saya merasa tidak berbuat salah. Kedua, kami enggak perlu islah karena kami enggak bermusuhan,” kata Raja Dangdut itu di Kantor Panwaslu DKI Jakarta, Jalan Suryopranoto, Jakarta, Senin (Kompas.com, 6/8).
Seperti apa dampak yang bisa ditimbulkan terkait kasus ini. Setidaknya ada tiga kemungkinan, pertama: popularitas pasangan Jokowi-ahok bakal menurun. Sebab bagaimanapun warga Jakarta meskipun plural namun mayoritas adalah Muslim, jika dakwah Rhoma terus menyebar, maka masyarakat Jakarta akan meninggalkan Jokowi-Ahok. Apalagi jika sampai dibawa ke pengadilan, tentu akan memakan proses yang cukup panjang sehingga isu terus bergulir.
Kedua: Popularitas Jokowi-Ahok bisa naik. Tekanan terhadap pasangan yang diusung PDIP dan Gerindra ini bisa menjadikan pihak terkait sebagai pihak pesakitan. Kita bisa belajar pada pemilu 2004 silam, ketika Megawati melakukan serangan terhadap SBY dengan kasus tertentu justru pamor SBY melejit.
Ketiga: Tidak memiliki dampak yang berarti. Daya pikat khususnya Jokowi sudah terlalu memikat bagi warga Jakarta sehingga kasus Rhoma inipun tidak akan berpengaruh berarti terhadap sikap politik masyarakat Jakarta. Apalagi mengingat virus sekulerisme (memisahkan agama dengan kehidupan) sudah lama menjangkiti umat. Warga Jakarta bisa tidak terpengaruh dengan isu-isu keagamaan ke ranah politik, sebab selama ini Agama (Islam) hanya dipandang sebatas ibdah ritual dan spiritual, bukan untuk ranah politik dan sendi kehidupan yang lain.
Jakarta Putih Indonesia Putih
Sejatinya permasalahan Jakarta bukan hanya sekedar persoalan ekonomi-politik seperti halnya KuMis (kumuh, miskin) dsb, namun juga menyangkut kehidupan sosial yang cukup memprihatinkan. Hal ini tercermin dari terjadinya dekadensi moral yang cukup parah di Jakarta.
Jakarta merupakan lokomotif pemerintahan Indonesia. Apabila Jakarta baik, maka Indonesia dapat menjadi lebih baik, namun jika Jakarta rusak, niscaya Indonesia juga rusak. Itulah kenapa beberapa waktu silam, salah satu ormas Islam yang begitu giat memperjuangkan syariah Islam dan khilafah untuk Indonesia yang lebih baik yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggelar event bertajuk “Jakarta putih Indonesia putih, Jakarta hitam Indonesia hitam”. Acara tesebut bertujuan guna menjaring calon gubernur terbaik.
Karena itu, Jakarta membutuhkan seorang pemimpin yang beriman dan bertaqwa. Selain muslim, pemimpin tersebut harus pro terhadap syariah Islam, yang bersedia menerapkan syariah Islam dalam seluruh sendi kehidupan.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi walimu (pemimpinmu); sesungguhnya sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi wali (pemimpin), maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. al-Maidah: 51)
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al Maidah: 48).
Kenapa harus syariah Islam? Sebab syariah Islam merupakan tuntutan akidah Islam, dan pasti membuat Jakarta maupun Indonesia menjadi lebih baik. Sebagai contoh sebagaimana dicatat Hidayatullah.com bahwa sudah banyak terbukti di beberapa daerah dengan di berlakukan Perda-Perda Syariah ini telah memberikan perubahan besar bagi kemaslahatan masyarakatnya. Tentusaja kemaslahatan tidak hanya dirasakan umat Islam saja, sebagaimana yang terjadi di Bulukumba Sulawesi, warga nonmuslim pun merasakan keberkahannya. Tinggal penyempurnaan dalam penerapannya alias harus diterapkan secara kaffah, untuk memperoleh kemasalatan yang diharapkan.
Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: …Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) berhukum dengan selain Kitabullah dan menyeleksi apa-apa yang Allah turunkan (syariat Islam), kecuali Allah timpakan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih).
Atas dakwahnya, Bang haji layak untuk diapresiasi, namun alangkah baiknya bang haji juga menyerukan syariah Islam. Jika bang haji enggan. Maka sungguh “Terlalu…!”. Wallahu a’lam.
Oleh: Ali Mustofa Akbar
Analis CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst)