GAZA (Arrahmah.id) – Setidaknya tiga warga Palestina syahid dan beberapa lainnya terluka dalam serangan udara “Israel” yang menghantam sebuah rumah di timur Kota Gaza pada Jumat dini hari. Sementara itu, militer “Israel” terus melakukan serangan besar-besaran dengan menghancurkan gedung-gedung tempat tinggal di bagian utara Jalur Gaza, lansir Al Jazeera.
Sumber medis melaporkan bahwa tiga warga Palestina tewas dalam serangan udara yang menargetkan rumah milik keluarga Awad di kawasan Zaitun. Saksi mata menyebutkan bahwa ledakan dahsyat terdengar di wilayah utara akibat penghancuran gedung-gedung oleh pasukan “Israel”.
Pada Kamis kemarin, serangan “Israel” menewaskan 32 warga Palestina dalam serangkaian serangan udara di berbagai wilayah Gaza. Serangan ini merupakan bagian dari agresi yang telah berlangsung selama 17 bulan.
Sementara itu, organisasi World Central Kitchen mengumumkan bahwa salah satu relawannya tewas dan enam lainnya terluka dalam serangan “Israel” di dekat salah satu dapur mereka saat mendistribusikan makanan. Organisasi ini menyatakan kesedihannya atas kehilangan relawan mereka akibat serangan yang menargetkan kawasan sekitar dapur makanan mereka.

Ancaman Kelaparan di Gaza
Di sisi lain, Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan bahwa ribuan warga Palestina di Gaza kembali menghadapi risiko kelaparan akut dan malnutrisi akibat semakin menipisnya stok makanan serta penutupan perbatasan oleh “Israel”.
Dalam sebuah pernyataan, WFP menegaskan bahwa meningkatnya operasi militer “Israel” semakin menghambat distribusi bantuan pangan dan membahayakan nyawa para pekerja kemanusiaan.
Pada 2 Maret lalu, “Israel” menutup semua perbatasan Gaza bagi masuknya bantuan kemanusiaan, medis, dan pangan. Langkah ini memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut, seperti yang dilaporkan oleh berbagai lembaga hak asasi manusia dan pemerintahan lokal.
WFP juga mengungkapkan bahwa mereka bersama mitranya belum bisa memasukkan pasokan pangan baru ke Gaza selama lebih dari tiga minggu. Penutupan perbatasan oleh “Israel” menghalangi masuknya barang, baik yang bersifat kemanusiaan maupun komersial.
Menurut organisasi ini, stok makanan di Gaza saat ini hanya tersisa sekitar 5.700 ton, yang diperkirakan akan habis dalam waktu dua minggu. Sementara itu, sekitar 85.000 ton bahan makanan telah disiapkan di luar Gaza dan siap dikirim jika perbatasan dibuka.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar 1,1 juta warga Gaza, WFP membutuhkan sekitar 30.000 ton makanan per bulan. Namun, harga pangan di Gaza melonjak drastis, dengan harga satu kantong tepung gandum 25 kg mencapai 50 dolar AS, meningkat 400% dari harga sebelum 18 Maret. Sementara itu, harga gas memasak melonjak hingga 300% dibandingkan Februari lalu.
WFP mendesak semua pihak untuk mengutamakan kebutuhan warga sipil, melindungi pekerja kemanusiaan, serta membuka akses bagi bantuan kemanusiaan ke Gaza secepat mungkin.

Sementara itu, Mahkamah Agung “Israel” menolak petisi yang meminta agar bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza. Keputusan ini semakin memperparah situasi kemanusiaan yang sudah kritis.
Sejak agresi terbaru “Israel” di Gaza, lebih dari 900 warga Palestina tewas dan sekitar 2.000 lainnya terluka, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Pada 18 Maret, “Israel” membatalkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang telah berlangsung selama 58 hari. “Israel” kembali melanjutkan agresi yang dimulai sejak 7 Oktober 2023, yang hingga kini telah menyebabkan lebih dari 164.000 korban jiwa dan luka-luka, termasuk 14.000 orang yang masih hilang.
Blokade “Israel” terhadap Gaza kini memasuki tahun ke-18. Akibat agresi ini, sekitar 1,5 juta dari 2,4 juta warga Gaza kehilangan tempat tinggal setelah rumah mereka dihancurkan. Gaza kini telah memasuki fase awal kelaparan massal akibat penutupan perbatasan yang menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan.
(Samirmusa/arrahmah.id)