RIYADH (Arrahmah.id) — Seorang wanita Arab Saudi dijatuhi hukuman 34 tahun penjara karena memiliki akun Twitter dan karena mengikuti dan mengunggah kembali kicauan (retweet) para pengkritik dan aktivis Arab Saudi.
Salma al-Shehab, seorang mahasiswa Universitas Leeds Inggris, dijatuhi hukuman oleh pengadilan teroris khusus Saudi saat dia kembali ke kerajaan itu untuk liburan.
Ini terjadi hanya beberapa pekan setelah kunjungan presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ke Arab Saudi.
Para aktivis hak asasi manusia sebelumnya telah memperingatkan bahwa lawatan itu dapat mendorong kerajaan meningkatkan tindakan kerasnya terhadap para pembangkang dan aktivis pro-demokrasi lainnya.
Kasus ini juga menandai contoh terbaru tentang bagaimana putra mahkota Mohammed bin Salman (MBS) menargetkan pengguna Twitter dalam kampanye penindasannya.
Ini juga sekaligus menunjukkan bagaimana MBS mengendalikan saham tidak langsungnya yang signifikan di perusahaan media sosial AS itu, melalui dana kekayaan negara Saudi, Dana Investasi Publik (PIF).
Salma al-Shehab (34) adalah ibu dari dua anak yang masih kecil, menurut laporan Guardian (16/8/2022).
Awalnya, dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara atas “kejahatan” menggunakan situs internet, yang “menyebabkan kerusuhan publik dan mengganggu stabilitas keamanan sipil dan nasional”.
Tetapi pengadilan banding pada Senin (15/8) justru menjatuhkan hukuman baru – 34 tahun penjara diikuti oleh larangan perjalanan 34 tahun – setelah seorang jaksa penuntut umum meminta pengadilan untuk mempertimbangkan dugaan kejahatan lainnya.
Menurut terjemahan catatan pengadilan, yang dilihat oleh Guardian, tuduhan baru termasuk tuduhan bahwa Shehab “membantu mereka yang berusaha menyebabkan kerusuhan publik dan mengganggu stabilitas keamanan sipil dan nasional dengan mengikuti akun Twitter mereka” dan dengan kembali mengunggah kembali kicauan mereka.
Diyakini bahwa Shehab mungkin masih dapat mengajukan banding baru dalam kasus ini.
Shehab sejatinya bukanlah seorang aktivis Saudi terkemuka apalagi pembicara yang vokal, baik di dalam Arab Saudi maupun di Inggris.
Dia menggambarkan dirinya di Instagram – di mana dia memiliki 159 pengikut – sebagai ahli kesehatan gigi, pendidik medis, mahasiswa PhD di Universitas Leeds dan dosen di Universitas Princess Nourah binti Abdulrahman, dan sebagai istri dan ibu bagi dua putranya, Nuh dan Adam.
Profil Twitter-nya menunjukkan dia memiliki 2.597 pengikut. Di antara cuitannya berisi tentang kejemuan akan Covid dan foto-foto anak-anaknya yang masih kecil.
Dia terkadang me-retweet cuitan para pengkritik Saudi yang tinggal di pengasingan, yang menyerukan pembebasan tahanan politik di kerajaan itu, dan tampaknya mendukung kasus Loujain al-Hathloul.
Seseorang yang mengikuti kasusnya mengatakan bahwa Shehab kadang-kadang ditahan di sel isolasi. Selama persidangannya, dia berusaha untuk secara pribadi memberitahu hakim tentang bagaimana dia ditangani, sesuatu yang tidak ingin dia nyatakan di depan ayahnya.
Dia tidak diizinkan untuk mengkomunikasikan pesan itu kepada hakim, kata orang itu.
Putusan banding ditandatangani oleh tiga hakim tetapi tanda tangannya tidak terbaca.
Organisasi Hak Asasi Manusia Saudi Eropa mengutuk hukuman Shehab, yang dikatakan sebagai hukuman penjara terlama yang pernah dijatuhkan terhadap aktivis mana pun.
Disebutkan bahwa banyak aktivis perempuan telah menjadi sasaran pengadilan yang tidak adil yang berujung pada hukuman sewenang-wenang dan telah mengalami “penyiksaan berat”, termasuk pelecehan seksual.
Khalid Aljabri, seorang Saudi yang tinggal di pengasingan dan yang saudara perempuan dan laki-lakinya ditahan di kerajaan itu, mengatakan kasus Shehab membuktikan pandangan Arab Saudi bahwa perbedaan pendapat sama dengan terorisme. (hanoum/arrahmah.id)