NEW DELHI (Arrahmah.id) — Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ditandai sebagai organisasi berbahaya oleh Pemerintah India sejak 2020. Hal ini terjadi usai ACT mengumpulkan dana untuk membantu Muslim yang terkena dampak kerusuhan di New Delhi.
Dilansir Opindia (14/3/2020), ACT dicap sebagai organisasi radikal setelah Menteri Persatuan Dalam Negeri India saat itu, Amit Shah, menemukan aliran uang asing ke organisasi Islam radikal seperti Falah-e-Insaniyat Foundation (FIF) dan Lashkar-e-Taiba (LeT).
Opindia mengatakan ACT telah mengirim Rs 25 lakh atau sekitar Rp 500 juta ke India dan mendistribusikannya di Delhi. Uang itu disalurkan ke India dari Dubai melalui saluran Hawala. LSM tersebut berhubungan dengan organisasi Muslim lokal di Delhi untuk mendistribusikan 25.00.000 rupee atau sekitar Rp 475 juta, untuk memicu kerusuhan lebih lanjut Delhi Timur Laut.
ACT telah membantah tuduhan bahwa mereka mencoba untuk memicu kerusuhan, dengan mengatakan bahwa mereka hanya membantu korban Muslim dari kerusuhan Delhi.
Dalam konferensi pers ketika itu, organisasi tersebut mengatakan bahwa mereka telah melakukan program kemanusiaan di India selama dua tahun.
Syuhelmaidi Syukur sebagai anggota Dewan Pembina ACT saat itu mengatakan, seperti dikutip dari Tempo (5/7), mereka berkoordinasi dengan lembaga resmi untuk menyalurkan bantuan di dalam dan luar negeri. ACT menyatakan bahwa mereka menyediakan makanan, perumahan, obat-obatan, dan bantuan lain bagi para korban Muslim dari kerusuhan Delhi.
Meski mengklaim hanya memberikan bantuan kemanusiaan, ACT disebut laporan itu masih menjalankan propaganda bahwa kerusuhan Delhi secara khusus ditujukan terhadap umat Islam. Sebab akun media sosial dan situs web ACT telah memposting pesan yang meminta orang untuk membantu “saudara Muslim di New Delhi, India, yang dianiaya”.
Di Indonesia, baru-baru ini Aksi Cepat Tanggap diguncang isu soal penyelewengan dana oleh petingginya. Pendiri sekaligus pimpinan lembaga tersebut, Ahyuddin, mengundurkan diri pada Januari lalu.
Majalah Tempo Edisi Sabtu (2/7) mengungkap dugaan penyelewengan dana tersebut. Menurut laporan berjudul “Aksi Cepat Tanggap Cuan” tersebut, Ahyudin sempat menggunakan dana sosial yang dikumpulkan lembaganya untuk kepentingan pribadi.
Pemborosan duit lembaga juga disebut terjadi di ACT. Gaji Ahyudin saja, disebut mencapai Rp 250 juta per bulan. Itu belum termasuk berbagai fasilitas kendaraan mulai dari Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero Sport hingga Honda CRV.
Ahyudin juga disebut menggunakan dana masyarakat tersebut untuk membeli rumah dan perabotan dengan nilai yang fantastis.
Tak hanya itu, para petinggi ACT juga disebut mendapatkan fasilitas makan tiga kali sehari dengan standar ala restoran. Dugaan penyelewenangan dana petinggi ACT lainnya bisa dibaca di sini.
Ahyudin membantah telah menyelewengkan dana lembaganya itu. “Kalau saya tidak punya uang, boleh dong saya pinjam ke lembaga,” ujarnya dalam wawancara dengan Majalah Tempo. “Saat ini saya terlilit cicilan rumah, cicilan mobil, bahkan biaya sekolah anak. Jika saya membawa kabur duit lembaga dari mana logikanya?”
Dia juga menyatakan dipaksa untuk mundur dari ACT. Ahyudin mengaku difitnah menggunakan dana lembaga untuk kepentingan pribadinya. Dia bahkan berani menghadapi masalah ini di jalur hukum.
“Jika tuduhan itu benar, saya seharusnya dilaporkan ke penegak hukum,” kata dia, dikutip dari Tempo.
Aksi Cepat Tanggap merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia. Pada 2018 hingga 2020 lalu saja, lembaga ini disebut mengumpulkan dana masyarakat sebesar Rp 500 miliar setahun. Sebagai pembanding, lembaga lain seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat mengumpulkan dana sebesar Rp 375 miliar dan Rp 224 miliar setahun. (hanoum/arrahmah.id)