SURABAYA (Arrahmah.com) – Perdebatan soal khitthah semakin ‘panas’. Belakangan ada yang menyoal berdirinya Komite Khitthah 26 Nahdlatul Ulama (KK26NU) karena dinilai politis. Muncul juga tudingan ke sejumlah nama yang dianggap FPI bukan NU. Bahkan PBNU menyebut Kiai Ma’ruf tidak melanggar khitthah karena sudah mundur dari Rais Aam PBNU. Benarkah?
Berikut wawancara duta.co dengan Prof Dr Ahmad Zahro, salah satu inisiator KK26NU yang selama ini memoderatori halaqah Komite Khitthah, Ahad (10/3/2019). Jangan ada yang gagal paham. Imam Besar Masjid Nasional Al-Akbar yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini siap menjelaskan jika ada nahdliyin yang belum paham.
Prof, maaf, ini ada tanggapan dari warga NU yang menamakan diri Generasi Muda Mudi Millennial NU tentang Halaqah ke-6 KK26NU. Mereka usul, kalau memang niatnya baik, kenapa tidak secara internal saja. Tertutup. Kalau begini, KK26NU itu terkesan gerakan jalanan namanya?
Yang tahu niat baik dan tidak baik itu, Gusti Allah (tersenyum red.)! Percayalah, niat kami baik, benar-benar demi NU. Dzurriyyah muassis NU sekarang amat prihatin dengan kondisi struktural NU yang terang-terangan melanggar Qanun Asasi. Surat sudah beberapa kali kami layangkan, tapi tak satu pun direspons.
Maaf Prof, apa ini bukan pasukan sakit hati. Buntut Muktamar ke-33 NU di alun-alun Jombang kemarin?
Hehehe…saya sebagai salah seorang inisiator KK26NU, tidak ikut muktamar, dan saya menangkap keikhlasan dzurriyyah muassis NU untuk berusaha memperbaiki kondisi NU yang amat memprihatinkan ini. Struktur NU sekarang terang-terangan ngeblok, bahkan ikut kampanye untuk salah satu paslon. Ini jelas menyimpang dari khitthah. NU itu bukan parpol koq. Nah, setuju tidak?
KK26NU dibilang sudah tidak murni, karena kesusupan orang-orang FPI, buktinya Ust Hamdi Suyuthi (FPI) juga menjadi peserta?
Begini ya! Sebaiknya jadi warga NU itu jangan picik. Bagi kami, semua orang yang fikrah dan amaliahnya aswaja NU, adalah warga NU, meski mereka berada di kelompok atau partai apa pun. Setahu saya, Ust Hamdi Suyuthi adalah asli warga NU sesuai kriteria tsb.
KK26NU itu politis, terbukti dalam halaqah ada celetukan jangan pilih 01, pilihlah 02. Itu kan politis Prof?
Dalam setiap halaqah, dari 1 sampai 6, saya selalu ingatkan dan tegaskan, bahwa KK26NU ini tidak ada sangkut pautnya dengan politik apa pun, netral. Karena itu jangan ada yang bicara pilpres dalam halaqah ini. Tapi bahwa ada yang nyletuk nyebut paslon capres, itu di luar jalur dan selalu saya tegur. Jadi KK26NU tetap konsisten dalam khitthah.
Bukankah Cak Anam dan Gus Aam jelas-jelas pendukung paslon 02. Ini menimbulkan asumsi KK26NU ditunggangi kepentingan politik mereka?
ltu semua sikap pribadi mereka. Jadi boleh dan sah-sah saja, asal tidak mengatasnamakan KK26NU. Sama-lah dengan semua orang lain, pasti punya kecenderungan dan pilihan pribadi. Inisiator KK26NU ini ada beberapa orang, ada yang bisa menyembunyikan pilihan dan ada yang tidak bisa. Yang penting tidak membawa lembaga, tidak masalah.
Maaf Prof, jawaban PBNU (KH Robikin Emhas lewat tempo.co) bahwa Kiai Ma’ruf Amin sudah mundur dari Rois Am PBNU. Artinya tidak ada pelanggaran khitthah. Jadi apa yang dimasalahkan?
Pura-pura tidak tahu ya? Tidak sesederhana itu mas. Dalam Qonun Asasi NU, bab 16, pasal 51, ayat 4, ditegaskan secara eksplisit, bahwa Rois Am itu tidak boleh mencalonkan atau dicalonkan dalam jabatan apa pun. Lha KMA ini kan menerima tawaran dulu, baru kemudian mundur. Dan sebenarnya, sesuai etika dan akhlaq NU, mundur kapan pun, itu amat tercela dan melanggar bai’at. Sudah begitu sekarang (saat menjadi Cawapres 01) masih diangkat menjadi Mustasyar, ini bagaimana? Melalui mekanisme apa?
Apalagi kemudian secara organisatoris struktural NU terang-terangan mendukung paslon 01, bahkan kampanye di mana-mana. Masak tidak tahu. Kurang besar apa pelanggaran ini? Jelas-jelas menabrak khitthah NU.
Baik. Sekarang soal takzir yang mencuat di halaqah KK26NU di Pasuruan? Itu kan juga bukti bahwa KK26NU itu politis?
Takzir itu bukan keputusan halaqah, bukan sikap resmi KK26NU. Saya yang mimpin halaqah koq. Itu suara peserta yang rupanya mendapat respon positif sebagian besar peserta dan tentu menarik bagi media.
Jadi, wajar kalau yang terekspos media itu justru soal takzir tersebut. Secara substansial memang benar, dalam tradisi pesantren, santri yang salah itu harus ditakzir (dihukum). Nah KMA ini kan menurut peserta halaqah melanggar Qonun Asasi, maka ya harus ditakzir dengan cara tidak dipilih. Sederhana bukan?
Duta.co
(ameera/arrahmah.com)