SURIAH (Arrahmah.com) – Hari Ahad, 3 November 2013, di awal musim dingin yang mulai datang ke negeri Syam, tim relawan Syam Organizer dan Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) mengagendakan kegiatan Mobile Clinic. Mobile Clinic merupakan agenda rutin relawan kemanusiaan HASI berupa pelayanan pengobatan keliling gratis yang diperuntukkan para pengungsi Suriah diperbatasan Turki.
Pelayanan kesehatan keliling kali ini memilih tempat di Madrasah Hambusyiyah, sebuah gedung sekolah yang dialihfungsikan menjadi penampungan para pengungsi. Di tempat ini terdapat sekitar 18 kepala keluarga dan 150 orang lebih dalam 20 ruangan kelas. Tenaga yang menyertai meliputi dr Romi Habib dokter spesialis anak, dan semua tim relawan kemanusiaan medis maupun nonmedis dari Syam organizer dan HASI. Sebelum berangkat, saya selaku relawan medis dan Abu Aini selaku paramedis memeriksa ulang peralatan dan obat-obatan yang sudah disiapkan pihak Rumah Sakit Lapangan (RSL) Salma. Setelah dinilai cukup tim bergerak menuju Hambusyiyah.
Jalanan yang kami lalui dari RSL Salma lumayan melelahkan, walaupun hanya 1 jam didalam mobil tetapi perut ini rasanya seperti diaduk-aduk dan kepala terasa vertigo berat didalam mobil, penyebabnya adalah untuk menghindari incaran tank tentara pemerintah mobil dipacu cukup kencang di jalanan yang berkelok-kelok sempit ditepi bukit, naik kebagian atas bukit kemudian turun lagi ke dasar lembah lalu naik lagi kebagian atas bukit, kadang harus melalui jalanan tak beraspal didasar lembah ditengah hutan pinus dan meskipun beraspal jangan dibayangkan mulus seperti jalan tol, struktur jalanan di Suriah lebih banyak mengandung batu daripada aspal sebagai perekatnya.
Dalam perjalanan kita kali ini, seperti biasa mobil ambulanc yang membawa tim relawan banyak berhenti atau lebih tepatnya dihentikan karena dr. Romi harus bertemu dengan orang yang membutuhkannya. Maklum semua hal diurus oleh beliau, mulai dari direktur dan tenaga fungsional rumah sakit lapangan, pembelian peralatan medis rumah sakit, obat-obatan dan susu gratis, penggajian karyawan rumah sakit, tuan rumah bagi tamu non government organization (NGO) dari semua negara, mengurus penyebrangan perbatasan negara, pengadaan sumber air bersih dan makanan, membuat jalan baru yang aman, membuat kemah pengungsi diperbatasan turki, memberi bantuan bahan pokok pengungsi, menyantuni keluarga tidak mampu, memberi bantuan bagi keluarga meninggal karena perang, menjalin komunikasi antara ulama dan penduduk, menjalin hubungan antar desa sampai mendamaikan pihak yang bertikai ditangani langsung oleh beliau. Tak jarang dr. Romi juga memeriksa pasien yang berkonsultasi dipinggir jalan dan beliau selalu melayaninya dengan sabar. Subhanallah.
Kami tiba di madrasah Hambusyiyah pukul 13.35 dengan membawa 2 kardus besar obat-obatan menuju salah satu ruang yang disiapkan untuk pemeriksaan. Para pengungsi dan anak-anak mengiringi tim sejak kedatangan kami dipintu gerbang depan pengungsian, bahkan anak-anak kecil antusias sekali mengetahui bahwa kami relawan dari HASI datang kembali menemui mereka setelah sekitar 1 minggu yang lalu kami hanya sempat menyampaikan bantuan berupa jilbab kecil, perlengkapan khusus wanita dan hewan kurban.
Kami masuk menuju sebuah ruangan madrasah berukuran kurang lebih 6×9 meter, yang sudah disulap menjadi seperti rumah tinggal, disatu ruangan itu terdapat dapur masak dengan tumpukan peralatan makan, tumpukan kasur busa tipis untuk tidur, lipatan selimut tebal, tungku api pemanas ruangan dan tumpukan baju dipojok ruangan. Satu ruangan di kamp itu ditempati oleh 10-15 orang, bahkan di kamp pengungsian yang lain kami menemukan satu tenda berukuran 4×6 meter yang ditempati oleh 10 orang lebih. Sudah sejak satu setengah tahun yang lalu mereka menempati kamp pengungsian tersebut dikarenakan kota tempat mereka tinggal dibombardir habis oleh tentara rezim Asad, tidak ada listrik, sumber air bersih maupun makanan dikota mereka, sehingga terpaksa mereka mengungsi ke kamp tersebut dengan segala keterbatasannya.
Dinegara yang sudah hampir 3 tahun ini dilanda perang sipil, sistem kesehatan sudah lama tidak berjalan, rumah sakit banyak yang sengaja dihancurkan oleh tentara pemerintah, 8.000 lebih orang-orang terpelajar seperti insinyur, ulama, negarawan, cendikiawan termasuk dokter dipenjarakan dan bahkan dibunuh selama periode revolusi. Sedangkan sisanya melarikan diri keluar negeri atau menjadi pengungsi dikarenakan takut dibunuh oleh pemerintah. Sehingga didalam negeri penduduknya terbengkalai, tidak ada fasilitas dan program kesehatan terstruktur, proses pendidikan terhenti, distribusi makanan dan air bersih terganggu, bahan bakar naik sampai 6 kali lipat, intinya terjadi kekacauan disemua sendi pendukung negara.
Ditengah ruangan tersebut beralaskan tikar dan karpet tipis kami menyusun obat-obatan dan melapangkan sedikit ruang untuk pemeriksaan. Pada kesempatan itu, orang tua menemani anaknya ramai mengelilingi kami menunggu giliran diperiksa, hampir semua anak-anak di pengungsian tersebut ikut berkumpul di ruangan periksa kami, karena hampir semua anak memang sedang sakit. Saya ditemani dr. Romi memeriksa pasien, setelah anamnesis beliau menggunakan bahasa Arab amiyah suriah, dr Romi meminta saya untuk melakukan pemeriksaan fisik, meliputi bagian mata, THT dan thorax-abdomen, kemudian kesimpulan pemeriksaan fisik saya simpulkan kepada beliau, setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, dr Romi Habib kemudian menjelaskan hasil diagnosis maupun pemeriksaan lanjutan yang mungkin diperlukan oleh pasien tersebut menggunakan bahasa Inggris.
Alhamdulillah, 7 tahun sekolah spesialis di Inggris membuat beliau mumtaz dalam bercakap bahasa negara itu, sehingga saya sampai tersandung-sandung berkomunikasi dengan beliau, tapi karena bahasa kedokteran adalah sesuatu yang general dan berlaku sama diseluruh dunia, Alhamdulillah saya tidak terlalu sulit mengikuti jalan pikiran beliau. Sesekali dokter spesialis anak kelahiran Suriah yang meninggalkan jabatan direktur rumah sakit di Arab Saudi ini menghibur dan menghilangkan ketakutan anak-anak yang diperiksa terbuka di depan orang banyak. Ibu yang menemani anaknya juga langsung berkonsultasi dan mendapat pengobatan. Abu Aini sang perawat, dengan cekatan memberi obat-obatan sesuai resep dari saya dan dr. Romi, sedangkan relawan lainnya Abu Dhina dan Abu Yazid dengan sigap mendaftar pasien yang diperiksa.
Setelah memeriksa sekitar 10 anak, datanglah seorang gadis mungil cantik berkulit putih digendong ibunya, namun sebelum diperiksa, kami tim relawan melihat ada yang berbeda dari gadis cilik ini. Dari ukuran badannya saya perkirakan berusia 2 tahun lebih, akan tetapi saya melihat anak ini tidak berjalan sendiri seperti halnya teman-temannya yang lain, tungkai bawahnya terlihat seperti lunglai lemas tak bertenaga, kakinya seperti bengkok kearah dalam dan lemas. Dari anamnesis dr Romi, beliau bercerita bahwa keluhan anak ini adalah demam, kadang-kadang juga batuk tapi tidak berdahak.
Kemudian tiba giliran saya untuk pemeriksaan fisik, ada yang berbeda sejak anak ini mulai ditidurkan untuk diperiksa, anak ini hanya menangis ketakutan tetapi tidak bisa keluar kata maupun kalimat dari mulutnya, hanya ekspresi menangis dan takut yang tercermin dari wajahnya, tangan dan kakinya seperti tidak mempunyai kekuatan untuk bergerak, mulai saya periksa rambut dan kepala anak ini dan saya temukan ada ketidaksimetrisan antara cranium parietale kanan dan kiri, dimana bagian kanan cenderung lebih menonjol walaupun saya raba tulang keras. Setelah itu mulai saya periksa mata gadis cilik ini, ternyata mata kanan dan kiri gadis cilik ini lebih cenderung strabismus (juling) kearah dalam.
Sesampainya pemeriksaan mata dan saya sampaikan kepada dr Romi, beliau lalu mengambil alih pemeriksaan fisik dan menanyakan lebih lanjut kepada ibunya, setelah melihat sekilas dan dikonfirmasi dengan ibu gadis cilik ini, dr Romi memberitahukan kepada saya bahwa gadis kecil ini penderita cerebral palsy. Kemudian beliau melanjutkan pemeriksaannya mulai dari hidung, tenggorokan, dada sampai perut. Pada bagian perut kami temukan scar, bekas luka jahitan saluran VP-Shunt, ternyata gadis kecil ini diwaktu bayi menderita hidrocepahlus sehingga harus dibuat VP shunt (ventriculo-peritoneal shunt) yaitu saluran selang yang menghubungkan rongga ventrikel otak menuju rongga perut dengan tujuan membuang kelebihan cairan otak untuk dibuang di rongga peritoneum perut.
Hidrocephalus sendiri dapat diartikan pembesaran ruang tengkorak kepala yang diakibatkan kelebihan produksi cairan otak (liquor cerebrospinalis) atau sumbatan pada system aliran ventricular dalam otak. Sebabnya paling sering karena infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV dan Histoplasmosis) disaat kehamilan ibu, dan akibat dari pembesaran rongga otak adalah terjadinya pendesakan cairan pada otak menuju tulang tengkorak, sehingga otak yang berfungsi mengatur gerakan otot, berekspresi, berbicara, mendengar dan banyak fungsi lainnya akan terganggu. Kumpulan dari gangguan atau keterbatasan fungsi otak inilah yang kemudian kita sebut sebagai cerebral palsy.
Sekilas setelah saya jelaskan kepada para tim relawan, mereka semua tertegun, timbul rasa iba dan kasihan terhadap gadis cilik tersebut, disaat anak-anak seusianya sedang senang-senangnya bermain, anak tersebut hanya terkulai lemas digendongan ibunya, disaat teman-temannya mulai belajar mengenal, gadis mungil tersebut hanya bisa duduk atau tiduran diatas kasurnya. Belum lagi gadis mungil ini berada disebuah kamp pengungsian, dengan keterbatasan makanan, fasilitas kesehatan, tempat bermain, pendidikan dan bahkan akan menghadapi musim dingin yang puncaknya bisa mencapai suhu minus 10-15 derajat celcius. Ditambah pula masa depan negaranya yang belum jelas akan menuju kearah mana, bahkan diperkirakan karena perang ini, Suriah akan kehilangan 3 generasinya. Allahumansur ikhwanana al muslimina fii suriah.
Pada kesempatan pengobatan tersebut, kami dapatkan adanya peradangan pada amandel dan tenggorokan si gadis mungil yang bernama Rofah tersebut dan sudah berkomplikasi menjadi otitis media suppuratif (radang telinga tengah supuratif), ia berusia 2,5 tahun. Selain itu suhu badan anak tersebut mencapai 39,5 derajat celcius, sehingga dr Romi memberikan penurun demam dan antibiotik untuk anak tersebut.
Dalam kesempatan pengobatan keliling tersebut, tim medis menemukan paling banyak kasus infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA), dan sebagian dari ISPA tersebut sudah menimbulkan komplikasi berupa peradangan telinga tengah maupun peradangan amandel yang ulseratif (kronis). Komplikasi tersebut menunjukkan adanya keterbatasan fasilitas medis maupun obat-obatan sehingga penyakit akut yang seharusnya dapat ditangani diawal tidak bisa terobati atau dibiarkan sehingga timbullah komplikasi. Ditambah cuaca musim dingin, kekurangan makanan sumber energi, kondisi kamp pengungsian yang tidak bersih dan terlalu padatnya jumlah pengungsi dalam satu wilayah menyebabkan mudahnya penyebaran penyakit infeksi. Kasus kedua yang terbanyak adalah hepatitis A, penyakit menular karena virus ini ditemukan rata-rata 1 kasus dari 5 pasien yang datang. Dan Alhamdulillah selama 1 bulan saya disuriah dan mewancarai berbagai dokter dari beberapa rumah sakit dan fasilitas kesehatan, tidak dijumpai kasus polio seperti yang santer diberitakan di media masa.
Pengobatan massal berakhir setelah tim medis melayani 27 pasien. Setelah itu anak-anak berbaris di halaman untuk mendapatkan hadiah dan hiburan dari relawan Syam Organizer; Abu Zahidah dan Abu Yazid. Anak-anak sangat senang dan terhibur dengan kehadiran kami, walaupun apa yang kami bawa dan berikan mungkin hanyalah meringankan satu tetes masalah diantara lautan masalah yang saat ini mendera jutaan penduduk Suriah. Tidak lupa sewaktu perjalanan pulang, kami berdoa semoga Allah SWT meneguhkan keikhlasan dalam hati dan diterima amal usaha kami untuk membantu saudara-saudara kami yang saat ini sedang didzolimi pemerintah rezim Assad.
dr. Abu Solih/Relawan kemanusiaan HASI 9 untuk Suriah (12 Oktober 2013 -12 November 2013)
(azm/arrahmah.com)