MANDALAY (Arrahmah.com) – Seorang gadis kecil muslim bernama Khin Myo Chit (7) meninggal setelah sebuah peluru ditembakan militer Myanmar ketika menggerebek rumah keluarganya di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar.
Melansir Myanmar Now (25/3/2021), Khin Myo Chit merupakan korban termuda aksi represif aparat sejak kudeta dilakukan junta militer. Saat itu, ia tengah duduk di teras rumahnya di Aung Pin Le.
Namun tiba-tiba pasukan tentara datang Selasa sore dengan motor dan kendaraan lain. Militer menendang pintu dan menggerebek masuk ke rumahnya.
“Pasukan tiba di daerah itu dengan sepeda motor dan kendaraan lain sekitar pukul 4 sore,” kata kakak perempuan korban.
“Mereka (aparat) bertanya apakah semua orang di rumah ada di sana. Ayah saya menjawab bahwa semua orang ada. Khin Myo Chit sedang duduk di pangkuan ayah kami. Salah satu dari mereka mengatakan ayah saya berbohong dan melihat sekeliling,” katanya.
Jawaban ayah Khin Myo Chit ternyata membuat aparat tak puas. Salah seorang kemudian melepas tembakan ke arahnya namun sayang tembakan itu mengenai bocah perempuan itu.
“Aku tidak tahan ayah. Sakit sekali” ingat ayah Khin Myo Chit, U Maung Ko Hashin Bai mengenang putrinya.
Setelah kejadian tersebut, keluarga Khin Myo Chit akhirnya bersembunyi dan melarikan diri membawa jenazah. Pasalnya aparat junta disebut hendak mengambil jenazah bocah perempuan itu.
Tentara memang datang malam harinya. Beberapa percaya itu dilakukan untuk mengklaim tubuh anak tersebut.
Kematian Khin Myo Chit, menambah daftar panjang korban tindakan keras junta militer. Mengutip data The Assistance Association for Political Prisioners (AAPP), setidaknya 275 orang meninggal dari awal kudeta berlangsung 1 Februari hingga Selasa lalu.
Angka ini berbeda dari yang dikeluarkan junta yakni 164 orang. Kelompok hak asasi Save the Children mengatakan lebih dari 20 anak termasuk dalam puluhan orang yang telah meninggal.
Sebagai bentuk protes karena banyaknya anak-anak dan remaja yang menjadi korban, warga dan pusat bisnis merencanakan “Silence Strike” pada Rabu (24/3). Aktivis pro demokrasi meminta bisnis tutup secara nasional.
Para aktivis juga meminta kepada masyarakat untuk tinggal di rumah. “Tidak ada jalan keluar, tidak ada toko, tidak ada pekerjaan. Semua ditutup. Hanya untuk satu hari,” kata Nobel Aung, seorang ilustrator dan aktivis kepada Reuters.
Posting di media sosial (medsos) juga menunjukkan berbagai bisnis di Myanmar, mulai dari jasa transportasi massal, termasuk ride hailers, hingga apotek ikut tutup massal hari ini. Melansir Myanmar Now, bisnis besar seperti City Mart, Grab, dan The Pizza Company juga tutup.
Selain itu, para pengunjuk rasa pro-demokrasi juga akan mengadakan lebih banyak lilin malam termasuk di distrik kota bisnis Yangon dan Thahton di Mon. Aktivis pro-demokrasi sengaja mengubah taktik dan berencana untuk lebih banyak mengadakan aksi diam.
Mengutip Sydney Morning Herald, Juru Bicara Militer Myanmar, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan dalam konferensi pers di ibu kota Naypyidaw bahwa dia menyesali mereka yang terbunuh. Namun ia mengatakan lima polisi dan empat tentara juga tewas.”
Saya sedih karena pelaku kekerasan teroris yang meninggal ini adalah warga negara kita,” katanya.
“Kami harus menindak anarki. Negara mana di dunia yang menerima anarki?” ujarnya lagi merujuk demonstrasi. (Hanoum/Arrahmah.com)