Muhammad al-Beltagi, seorang tokoh terkemuka Ikhwanul Muslimin (IM), pada Rabu (14/8/2013) berdiri di rumah sakit darurat dengan mata berlinang air mata memandangi tubuh puterinya yang sudah tak bernyawa, menurut seorang saksi mata.
Asma al-Beltagi, gadis remaja cantik berusia 17 tahun, adalah salah satu dari 500 lebih orang yang yang meninggal dunia pada Rabu oleh tembakan polisi dan tentara Mesir yang menyerbu dua kamp demonstrasi para pendukung Ikhwanul Muslimin di mana mereka menentang kudeta militer dan menuntut Muhammad Mursi -presiden Mesir yang digulingkan militer- dan para pejabat IM kembali ke jabatan resminya.
Dalam catatan kematiannya, yang dilihat oleh The Telegraph, mengatakan bahwa Asma telah ditembak di dada, tengkorak kepalanya hancur dan kaki kirinya juga patah.
Anas al-Beltagi, kakak Asma, memaparkan bagaimana adiknya sedang dalam perjalanan untuk membantu orang-orang di rumah sakit darurat dan ia terperangkap dalam kerusuhan.
“Dia ditembak dalam perjalanannya ke sana,” katanya kepada The Telegraph. “Saya bersama dengannya sesaat setelah itu. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia butuh transfer darah, tetapi kami tidak bisa mengadakannya. Dia meninggal dunia pada pukul 13:00,” ungkapnya sedih.
Anas dan kakak Asma yang lain Malik al-Beltagi mengatakan bahwa mereka telah ditugaskan untuk memproses pemakaman adik mereka karena ayah mereka Muhammad terpaksa harus bersembunyi disebabkan junta militer memburu para tokoh IM.
Meskipun demikian, belum jelas apakah Muhamamd Beltagi akan mengambil resiko menghadiri penguburan jenazah puterinya. Salah satu paman Asma mengatakan bahwa saudaranya itu harus pergi bersembunyi dan ia tidak bisa menemuinya, seperti dikutip The Telegraph.
Asma, dikenal seorang pelajar terbaik di sekolahnya. Gadis cantik itu juga dikenal memiliki akhlak yang baik, baik hati, dan pendiam serta aktif di IM.
“Dia adalah yang terbaik di sekolah. Dia seorang yang pendiam, dan memiliki akhlak yang baik dan baik hati,” kata Hoda Muhammad, salah satu bibi Asma, saat mendatangi jenazah Asma pada Kamis (15/8) bersama kerabat lainnya.
“Dia selalu berpartisipasi dalam kegiatan Ikhwanul Muslimin. Ayahnya adalah teladannya,” lanjut Hoda.
Para kerabat Asma lainnya mengatakan bahwa Asma telah menyelesaikan tugas belajar membaca Al-Quran, kata demi kata, sebulan lalu. Gadis remaja ini terkenal di sekolahnya.
Ketika ayahnya dicopot jabatannya pada bulan Juni bersama Mursi, Asma termasuk yang terlibat secara antusias bersama para demonstran pro IM. Dia ikut tidur di tenda-tenda darurat bersama para demonstran perempuan lainnya.
Pada malam itu, ketika junta militer menyerang para demonstran, Asma bersama bibinya ikut turun ke jalan -lapangan Rabaa al-Adawiya- untuk menunjukkan penentangan terhadap junta militer.
“Kami mulai melantunkan (slogan-slogan perlawanan, red) dan berdoa kepada Allah karena kami merasa kami akan menjad syuhada,” kata Hoda.
Beberapa menit kemudian Hoda kehilangan Asma di tengah-tengah berondongan gas air mata oleh aparat keamanan.
“Kemudian saya menemukannya berdarah-darah di atas tanah,” katanya.
“Setiap menit seseorang meninggal di sekitar kami. Lantai-lantai rumah sakit penuh dengan orang mati dan terluka. Kami tidak bisa menemukan ruang untuknya.”
“Kemudian tentara mulai menembakkan gas air mata ke rumah sakit dan kami harus melarikan diri.” (siraaj/arrahmah.com)