JAKARTA (Arrahmah.com) – Di tengah sorotan negatif terhadap kinerja Densus 88 yang kerap melanggar HAM, Partai Golkar mengusulkan kenaikan anggaran kesatuan elit tersebut. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie belum lama ini mengatakan siap mendorong kenaikan anggaran Densus 88 dalam RAPBN 2011 dari Rp 9 miliar per tahun (usulan pemerintah), menjadi Rp 60 miliar per tahun.
Alasannya, keamanan nasional adalah hal yang sangat strategis sehingga tidak boleh terkendala masalah dana.
“Kita terhenyak mendengar Polri, khususnya dari Densus 88, jumlah dana yang diadakan untuk pasukan antiteror sangat minim. Saya dengar hanya Rp 9 miliar per tahun. Sesuatu yang sangat penting hanya dapat Rp 9 miliar per tahun,” kata Ical.
Menanggapi usulan ini Forum Umat Islam (FUI) menyatakan penolakan. Hal ini diungkapkan oleh Mashadi, Ketua FUI kepada hidayatullah.com.”Itu tidak bermanfaat,” tegas Mashadi.
Lebih baik, kata Mashadi, dana yang sebesar itu dialihkan bagi para petani di desa-desa yang semakin miskin.
Selama ini, sebelum lembaga-lembaga yang lain, FUI lebih dulu dikenal getol menentang keberadaan Densus 88. Menurutnya, kesatuan di bawah Polri ini kerap melakukan operasi pemberantasan ’teroris’ dengan kekerasan.
Yang terakhir adalah kasus yang menimpa Khairul Ghazali. Ghazali, warga Bunga Tanjung, Datuk Bandara Timur, Tanjung Balai bersama dua tamunya yang diduga terlibat tindak terorisme di Medan, Sumatera Utara, pada Minggu (19/9), ditembak dan diinjak-injak Densus 88 saat tengah melaksanakan ibadah shalat.
Berdasarkan alasan hukum yang bersifat legal konstitusional, kegiatan Densus telah melanggar pasal 28i UUD 1945 yang menyebutkan seorang berhak untuk tidak disiksa, dan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun juga, dalam pengertian seseorang tidak boleh ditekan baik fisik maupun mental dengan tujuan mendapat pengakuan orang bersangkutan.
Namun, seperti diketahui, semua orang yang dituduh teroris cenderung diperlakukan tidak manusiawi dan kejam, padahal hak itu tidak dapat dikurangi, apapun alasannya. Selain itu, tindakan tersebut melanggar UU Anti Penyiksaan No. 5 tahun 1999. Densus 88 juga dinilai diskriminatif terhadap kelompok Islam. (hdytlh/arrahmah.com)