AMMAN (Arrahmah.com) – Kelompok Islam yang menjadi oposisi di Yordania menyatakan pada hari Minggu (6/2/2011) bahwa pihaknya telah menolak ajakan bergabungan dengan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Marruf Bakhit.
“Kami telah menerima tawaran untuk bergabung dengan pemerintah Marruf Bakhit, tapi kami menolak,” Hamzah Mansur, pemimpin Front Aksi Islam (IAF), sayap politik Ikhwanul Muslimin di Yordania, mengatakan kepada AFP.
“Kami tidak akan membahas seperti apa rincian tawaran tersebut, tapi yang bisa saya katakan adalah bahwa ambil bagian dalam pemerintahan pada situasi saat ini benar-benar di luar nalar,” katanya.
Sementara secara mendasar, peraturan internal IAF tidak mencegah kelompok Islam ini bergabung dengan pemerintah. Namun IAF tetap berargumen hal tersebut akan dilakukan melalui konsensus nasional dan pemilihan parlemen, bukan penawaran penguasa.
“Tuntutan kami adalah realistis, praktis, dan mungkin sekali dilakukan. Kami menyerukan untuk jajak pendapat secepatnya sesuai dengan undang-undang pemilihan baru.”
IAF memboikot pemilihan umum pada bulan November sebagai protes atas batas konstituensi yang dibentuk berdasarkan undang-undang pemilu yang baru, yang katanya lebih terwakili daerah pedesaan yang dianggap setia kepada pemerintah.
Bakhit mengatakan pada hari Sabtu (5/2) bahwa kabinetnya akan menjadi kabinet yang kredibel dan dekat dengan rakyat.
Sementara itu, pada Jumat (4/2), ratusan rakyat Yordania yang terinspirasi oleh demonstrasi di Mesir memprotes reshuffle pemerintahan Raja Abdullah dan menyatakan Raja Abdullah selama ini tidak sama sekali memenuhi panggilan mereka untuk melakukan reformasi politik.
“Tidak untuk Rifai. Tidak untuk Bakhit. Kami menginginkan perdana menteri terpilih,” teriak kerumunan yang didominasi oleh partisipan dari IAF, bersama dengan puluhan demonstran dan aktivis sayap kiri.
“Kami ingin keseriusan dan reformasi di tanah. Kami ingin inisiatif saat ini di mana orang merasa mereka adalah mitra dalam pengambilan keputusan,” kata Mansour, yang menghadiri pertemuan dengan kerajaan dan pengunjuk rasa pada hari Jumat (4/2). (althaf/arrahmah.com)