SOLO (Arrahmah.com) – Sidang perdana kasus pengeroyokan dan penganiayaan terhadap aktivis islam di Gandekan Solo bulan Mei 2012 silam dengan terdakwa Bos Preman Kafir Iwan Walet dan anak buahnya Mardi Sugeng alias Gembor selasa pagi 28/8/2012 akhirnya ditunda pada selasa depan 4/9/2012.
Sidang yang harusnya mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Muhammad Hambaliyanto, Bima Suprayoga dan Budi Sulistiyono tersebut ditunda oleh Ketua Majelis Hakim persidangan Budhi Hertantiyo , SH. MH. beserta Hakim Anggota Edi Purwanto SH. dan Bintoro Widodo SH. karena terdakwa meminta kepada Majelis Hakim untuk didampingi penasihat hukum saat sidang berlangsung.
Hal tersebut memunculkan spekulasi banyak pihak bahwa sikap Iwan Walet yang meminta untuk didampingi penasihat hukum atau pengacara hanya startegi untuk mengulur-ulur waktu jalannya pesidangan. Pasalnya, sejak penyelidikan, penyidikan hingga berkas sudah lengkap atau P21, dengan “kesombongannya” Iwan Walet tidak pernah mau untuk didampingi penasihat hukum meskipun selalu ditawari oleh penyidik baik dari kepolisian atau kejaksaan.
Tidak cukup sampai disitu saja, kontroversi yang muncul dari persidangan yang disinyalir menyeret anak buah orang nomor dua di kota Solo tersebut adalah pengamanan dari gabungan aparat kepolisian dan TNI yang berjumlah 1.300 personil bisa dibilang sangat ketat dan berlebihan untuk mengamankan jalannya sidang dengan terdakwa seorang preman bernama Iwan Walet.
Ustadz Choirul ketua DPW FPI Solo Raya yang ditemui Kru FAI setelah sidang menyatakan kekecawaannya dan kecamannya atas sikap aparat penegak hukum khususnya kepolisian yang dinilai sangat berlebihan dalam mengamankan sidang dengan terdakwa seorang preman.
“Dan yang perlu digaris bawahi bahwa, Walet ini bukan Presiden, Walet ini bukan Menteri bukan Bupati bukan Walikota, kenapa keamanan sedemikian ini, ini issue apa yang dihembuskan?”, kecamnya.
Lanjut Ustadz Choirul, jika kepolisian ingin memeriksa setiap masyarakat atau lebih khusus laskar islam yang hendak mengikuti jalannya persidangan itu sah-sah saja.
“Kalau kepolisian mau memeriksa orang yang datang itu hak mereka, dan pengadilan ini adalah dibuka untuk umum, jadi tidak ada yang bisa melarang siapapun yang hadir dalam sidang, jadi boleh-boleh saja sah-sah saja, semua sah-sah saja, insya Allah tidak terjadi sesuatu apapun”, lanjutnya.
Akan tetapi yang membuat Ustadz Choirul merasa aneh dan janggal yaitu kenapa pengamanan seorang warga negara biasa, bukan seorang pejabat pemerintahan seperti presiden, menteri atau bupati begitu mencekam dan seakan-akan ada fihak-fihak tertentu yang ingin membuat Solo kelihatan tidak aman.
“Cuma permasalahannya, yang saya dibikin pertanyaan, dari saya, kenapa, ini itu siapa yang disidang ini, kan Walet tho, Preman tho, kok pengamananannya seperti Presiden, jadi ndak wajar ndak wajar, berarti ada sesuatu hal yang dibalik ini, mudah-mudahan minggu depan (pengamanannya-red) tidak seperti ini, karena apa, dengan seperti ini seakan-akan Solo kacau ini, jadi yang membikin suasana itu mereka-mereka sendiri (para preman-red), bukan kita (laskar islam-red)”, herannya.
Terakhir pada saat menjawab pertanyaan salah seorang wartawan tentang siapa yang nantinya akan bertanggung jawab jika dalam persidangan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan misalnya dari fihak laskar islam membuat onar, Ustadz Choirul menjawab dengan nada geram bahwa Laskar Islam tidak akan “beramal” jika tidak dimulai.
“Sampai sekarang ini laskar tidak melaksanakan apa-apa, tidak membikin masalah apa-apa, selagi mereka (para preman-red) tidak berbuat apa-apa. Kalau mereka selalu membikin onar, kita (laskar islam-red) kan cuma membela diri. Laskar itu orang-orang beriman mas, jadi kalau ndak didahului ndak mungkin (laskar islam bergerak-red), dan pengamanan ini bukan berlebihan lagi, tapi super (berlebihan-red)”, pungkasnya.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Kombes Pol. Asdjima’in selaku Kapoltabes Solo yang ditemui para wartawan seusai sidang, menuturkan bahwa aparat yang diterjunkan untuk mengamankan sidang perdana kali sebanyak 1.300 personil yang merupakan gabungan dari aparat kepolisian Polresta Solo, anggota TNI Korem 074/Warastratama, Kodim 0735 dan Denpom IV Surakarta.
Aparat yang berjagapun dilengkapi dengan persenjataan lengkap dengan kendaraan yang bisa terlihat seperti 8 truk mobil Samapta, 3 unit kendaraan perintis jenis Landrover Defender dengan menggunakan senjata ringan dari Group 2 Kopassus Kandang Menjangan, 3 unit Panser Kavaleri Serbu dari Yoncaf 2 Serbu Magelang, 1 Barrcuda dari Kepolisian serta puluhan motor tril.
Tak cukup sampai disitu, dalam persidangan yang menyita perhatian banyak masyarakat dan awak media tersebut turun pula aparat Intelejen yang disebar di kawasan PN Solo dan sejumlah titik penting di Kota Solo, bahkan tampak aparat Intelejen dari Polda Jateng yang turun langsung untuk memantau pengamanan dan jalannya persidangan. (bilal/FAI?arrahmah.com)