JAKARTA (Arrahmah.com) – Front Pembela Islam (FPI) akan menggagalkan rencana Kementerian Perindustrian yang mempermudah investasi minuman beralkohol di Indonesia.
“Kita akan protes keras ke Kementerian Perindustrian. Jangka panjang, jangan sampai ada minuman beralkohol di Indonesia. Ini kok ada investasi segala, justru merusak generasi bangsa,” kata Ketua Bidang Dakwah dan Hubungan Lintas Agama DPP Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhsin Ahmad Alatas seperti dilansir itoday, Selasa (19/02).
Menurut Habib Muhsin, rencana Kementerian Perindustrian itu menunjukkan karakter negara sekuler yang mengabaikan norma agama, etika dan kesehatan.
“Semua ukuran kebaikan hanya didasarkan materi. Ini karakter bangsa Indonesia sekarang. Kita akan bersikap, peraturan sudah keluar, kita akan protes, kita sebagai komponen bangsa, kita protes kepada Kementerian Perindustrian,” kata Habib Muhsin.
Kata Habib Muhsin, minuman beralkohol itu tidak ada manfaatnya sama sekali. “Minuman keras tidak ada manfaatnya. Para turis ke Indonesia bukan karena minuman keras,” ungkap Habib Muhsin.
Selain itu, Habib Muhsin mencurigai asosiasi pengusaha hiburan mendesak Kementerian Perindustrian untuk mempermudah investasi minuman beralkohol.
“Ada asosiasi pengusaha hiburan mempengaruhi Kementerian Perindustrian. Kementerian dikasih duit, mengeluarkan peraturan tersebut. sewaktu orang liberal meminta perda minuman keras dicabut. Ini kelompok liberal kerjasama dengan asosiasi pengimpor minuman keras dan pengusaha hiburan menekan Kementerian Dalam Negeri dengan alasan HAM, investisasi dan lain-lain,” papar Habib Muhsin.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, investasi minuman beralkohol di Indonesia bakal diperlonggar. Investasi sektor itu masih dibatasi aturan Daftar Negatif Investasi (DNI).
Rencana itu disampaikan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Benny Wahyudi, Senin (18/02). “Ketimbang kita biarkan impor dan impor. Ingat sektor wisata kita tumbuh cukup baik, hotel restoran itu cukup baik, dan daya beli masyarakat itu cukup meningkat. Kalau tidak ada tambahan kapasitas produksi, satu-satunya cara ya dari impor, dan itu akan menguras devisa. Dan tentu saat ini sudah dalam proses pembahasan,” kata Benny seperti dikutip Detik. (bilal/arrahmah.com)