JAKARTA (Arrahmah.com) – Keberadaan Greenpeace yang dinilai sering melakukan kebohongan menggunakan data palsu untuk menjelek-jelekkan Indoneisa ke negara lain, membuat Greenpeace menjadi LSM yang dianggap sebagai parasit di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam DKI Jakarta mengancam akan mengambil langkah tegas terhadap LSM asing Greenpeace, jika pemerintah tidak menindaknya.
“Greenpeace sebagai LSM asing jelas sudah melanggar hukum. Pemerintah harus tegas,” kata Ketua DPD FPI DKI Jakarta, Habib Salim Alatas, di Jakarta, Selasa (2/8/2011).
Menurut Habib Selon, panggilan akrab Habib Salim Alatas, FPI mendapat banyak laporan dari masyarakat dan ormas tentang sepak terjang Greenpeace.
Ia menyebutkan tiga kesalahan yang dilakukan LSM asing tersebut, yakni:
Pertama, keberadaan Greenpeace di Jakarta sebagai LSM adalah liar karena tidak melapor dan terdaftar di Kesbangpol DKI Jakarta.
Dosa kedua, Greenpeace sering melakukan kebohongan dengan data-data palsu dan menggunakan data tersebut untuk menjelek-jelekkan Indonesia di luar negeri.
“Jelas sekali kehadiran Greenpeace adalah perwakilan negara asing untuk menekan negara kita,” katanya.
Dosa ketiga, dalam membiayai kegiatannya Green peace disokong oleh dana haram yaitu dana lotere dari negara Belanda.
Ia mengatakan bukti-bukti lain yang tidak dapat dielakkan, dapat dilihat di situs Greenpeace.
Dalam situs tersebut, terpampang foto perwakilan Greenpeace menerima dana haram dari lotere di Belanda dan Eropa. Untuk tahun 2010 saja, Greenpeace menerima dana 2.250.000 poundsterling atau senilai Rp31,153 m,iliar dari Postcode Lottery.
“Ini duit haram, duit judi. Ini LSM Greenpeace udah kagak bener, FPI bakal usir mereka dari Jakarta,” katanya.
Terkait hal tersebut, FPI mendesak pemerintah, dalam hal ini Kemendagri dan Kemenkumham untuk segera mengusir dan melarang kegiatan Greenpeace di Indonesia. Seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Kanada, Selandia Baru, dan China yang telah mengusir dan mengharamkan Greenpeace di negara mereka.
“Greenpeace tidak lebih hanya sebagai kaki tangan negara asing, negara-negara kafir. Greenpeace dengan dana haramnya memang sengaja di-setting untuk menekan negara-negara berkembang seperti Indonesia,” katanya.
Sebelumnya anggota Komisi I DPR Effendy Choirie mengecam keras LSM asing Greenpeace yang dinilainya membawa agenda tersembunyi ke Indonesia. Karena itu DPR berniat memanggil Greenpeace.
“Habis reses, ini akan diagendakan. Kita akan memanggil BIN (Badan Intelijen Negara), Kejaksaan dan lembaga pemerintah terkait lainnya. Selama ini, pengawasan intelijen terhadap aktivitas lembaga asing di Indonesia sangat lemah,” kata Gus Choi, panggilan akrab Effendy, di Jakarta, Rabu (20/7).
“Jangan sampai mereka merasa menjadi LSM yang kebal hukum. Kalau sudah lengkap datanya (melanggar hukum Indonesia), mereka pulang kampung saja,” kata Effendy dalam diskusi wartawan DPR bertajuk “Membongkar Motif LSM Asing, Studi Kasus Greenpeace” di Gedung DPR.
Gus Choi memaparkan hal ini menyikapi fakta yang tersembunyi di balik agenda Greenpeace di Indonesia. Menurut dia, Greenpeace memiliki kesetiaan pada lembaga donor internasional.
Meski Greenpeace membawa isu yang seolah-olah menyelamatkan lingkungan, namun sesungguhnya mereka membawa agenda-agenda tersembunyi lain, utamanya merusak perekonomian nasional.
“Greenpeace jelas membawa agenda tersembunyi menjatuhkan perekonomian nasional. Ini sangat membahayakan kepentingan nasional,” ujar Gus Choi berapi-api.
Pengamat intelijen Wawan Purwanto juga sepakat dengan kecaman keras yang dilontarkan Effendy. Menurut Wawan, Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah saat ini memang sedang diincar negara maju.
Tekanan demi tekanan kerap dilancarkan pihak asing untuk menghancurkan perekonomian Indonesia. Ini terkait dengan persaingan bisnis internasional.
Apalagi sejumlah produk pertanian dan perkebunan Indonesia kini menguasai pasar dunia, diantaranya kakao, karet dan minyak sawit. Kekhawatiran negara-negara maju semakin bertambah karena tahun 2030, perekonomian Indonesia diramalkan menjadi terbesar kelima di dunia.
“Karena itu tekanan itu dilakukan di berbagai sektor seperti ekonomi, politik, dan lainnya. Kita sadari Greenpeace memang melakukan itu. Karenanya, menurut saya, harus ada kebijakan pemerintah yang tegas. Jangan bergeser hanya karena ada data dari Greenpeace yang validitasnya masih diragukan,” kata Wawan.
Selain itu, Greenpeace tidak pernah mendaftar, apalagi melaporkan kegiatannya ke Kesbangpol Pemprov DKI Jakarta sebagaimana diamanatkan UU No 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Belum lagi terkait banyaknya donatur di Indonesia yang menyumbang kegiatan Greenpeace. Jumlahnya mencapai 30.000 orang. Jika tiap donatur menyumpang Rp75.000, maka Greenpeace mendapatkan dana Rp 22,5 miliar per bulan. Celakanya, dana tersebut justru digunakan untuk mengobok-obok kepentingan nasional.
Sebelumnya ketika dikomfirmasi, Juru kampanye Media Greenpeace Asia Tenggara Hikmat Soeriatanuwijaya menyatakan seluruh aktivitas dan keberadaan Greenpeace sebagai organisasi yang bergerak di bidang penyelamatan lingkungan telah memenuhi aspek legalitas.
“Greenpeace telah terdaftar di pemerintah pusat yaitu Kementerian Hukum dan HAM. Jadi kami bukan organisasi ilegal,” kata Hikmat. (ans/arrahmah.com)