JAKARTA (Arrahmah.com) – Ratusan massa yang tergabung dalam Front Pembela Islam (FPI) dan Front Umat Islam (FUI) berunjuk rasa di depan kantor Departemen Agama, Jl. Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/7). Lagi-lagi, mereka mendesak Menteri Agama segera membubarkan aliran Ahmadiyah.
FPI dan FUI menilai, lima tahun kasus Ahmadiyah berjalan, namun pemerintah belum memutuskan langkah konkret untuk menghentikan ajaran yang dianggap menistakan agama tersebut. Dalam tuntutannya, FUI dan FPI sudah memberikan `harga mati` untuk pembubaran Ahmadiyah.
Para pendemo pantas meradang, karena pemerintah terkesan pilih kasih dalam menuntaskan kasus Ahmadiyah. Sementara dalam kasus Buddha Bar, pemerintah bisa menuntaskan permasalahan tersebut dalam tempo dua pekan. Padahal, Ahmadiyah telah melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, dengan menerbitkan majalah pimpinan Ansharuulah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) edisi 7 dan 8 Juli yang memuat penyiaran dan penyebaran ajaran Islam versi Ahmadiyah.
Melihat kondisi ini, FUI dan FPI menyatakan `perang` jika pemerintah tidak mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) pembubaran Ahmadiyah. Sayangnya, Depag menanggapi dingin aspirasi pengunjuk rasa. Depag hanya menampung protes pengunjuk rasa dan akan menindaklanjutinya.
Hanya satu yang mendinginkan suasana panas pendemo, Depag berjanji akan meneruskan kasus Ahmadiyah dengan serius dan menuntaskannya dengan tegas.
Sebelum menggelar unjuk rasa, massa FUI dan FPI melakukan Sholat Dzuhur berjamaah di Masjid Istiqlal. Tepat pukul 13.30, massa yang mengenakan seragam putih-putih dilengkapi sorban, bergerak menuju kantor Depag yang jaraknya hanya sekitar 100 meter. Di sana massa terus meneriakkan yel-yel “Bubarkan Ahmadiyah atau Perang”.
Massa membubarkan diri pada Pukul 16.15, usai perwakilan mereka diterima oleh Kepala Biro Umum Depag, Abdul Gani Abu Bakar. Panglima Komando Laskar Islam, Munarman mengaku heran karena masalah Ahmadiyah berlarut-larut hingga lima tahun.
“Dari saya masih bergabung di YLBHI hingga dipenjara karena menuntut Ahmadiyah dibubarkan dan sampai bebas dari penjara, Ahmadiyah belum juga dibubarkan,” ujar Munarman saat diterima oleh Kepala Biro Umum Depag, Abdul Gani Abu Bakar.
Munarman menilai, terhadap Ahmadiyah, Indonesia takut dengan asing. “Respon Depag terhadap kasus Buddha Bar cepat dengan meminta pada Pemprov DKI menutup Buddha Bar. Polisi juga memeriksa pengelola Buddha Bar. Tapi sekarang polisi lambat menangani Ahmadiyah, padahal gampang,” sambung Munarman.
Melihat kelambanan ini, massa dua Ormas ini mengancam akan membubarkan Ahmadiyah apapun resikonya. Prinsipnya, jika Depag tidak segera bertindak maka mereka siap perang dengan Ahmadiyah.
Pendemo lainnya yang juga Sekjen FPI, Alkhotot, meminta pada pemerintah untuk segera mengeluarkan Kepres pembubaran Ahmadiyah. Ia yakin ,jika Ahmadiyah bubar, maka Indonesia akan aman dan damai karena selama ini dianggap sebagai sumber malapetaka.
Sejauh ini, Alkhotot menganggap bahwa Ahmadiyah masih aktif dan melanggar SKB tiga menteri. Indikasinya terlihat pada penerbitan sebuah majalah oleh pimpinan Ansharuulah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) edisi 7 dan 8 Juli yang memuat penyiaran dan penyebaran ajaran Islam versi Ahmadiyah.
Dalam artikel berjudul “Pengumuman Hadrat Muslih Mau`ud”, isinya mengumumkan bahwa Tuhan memberi saya kabar gembira di kediaman Syaikh Basyir Ahmad di 13 Temple Road, Lahore bahwa saya adalah putra yang dijanjikan dan disebutkan dalam Nubuwwatan mengenai Muslih Mau`ud yang melaluinya Islam akan tersebar hingga penjuru dunia.
Kedua, surat PB JAI tanggal 8 Oktober 2008 ditandatangani Amir Nasional JAI, H. Abdul Basith tentang “Baiat memasuki abad baru”, yang isinya antara lain, anggota Ahmadiyah akan terus berjuang hingga akhir hayat untuk menyebarkan Islam dan Ahmadiyah, agar khilafiyah terus berlangsung dan terpelihara hingga hari akhir.
Ketiga surat JAI DPW NTB kepada pimpinan ormas keagamaan dan Ponpes: Ketua MUI NTB tanggal 14 Agustus 2008, yang ditandatangani Jauzi Djafar (ketua) dan Udin al Pancori (sekretaris) perihal SKB 3 menteri tentang Ahmadiyah yang isinya dapat disimpulkan tidak mengakui fatwa MUI bahwa Ahmadiyah sesat dan menyesatkan dan menunjukkan JAI tidak mau mengoreksi ajarannya, serta masih terkait dengan Jaringan Ahmadiyah Internasional.
Menanggapi protes pendemo, Kepala Biro Umum Depag, Abdul Gani Abu Bakar mengatakan, pihaknya akan segera menyampaikan aspirasi para demonstran pada Menteri Agama RI. Ia juga meyakinkan pada para pendemo bahwa dirinya memiliki akidah yang sama dengan para pendemo, sehingga tidak mungkin berkhianat dengan akidah, termasuk dalam persoalan Ahmadiyah. Menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani masalah Ahmadiyah sangat serius.
Namun memang penanganannya dilakukan secara bertahap, sehingga pada saatnya nanti dapat diambil tindakan tegas. “Secara persuasif kita melakukan langkah itu, membina mereka karena mereka juga adalah manusia yang telanjur memiliki faham yang berbeda. Kami ingin agar mereka juga tidak menggerogoti akidah Islam, itu kewajiban bersama,” katanya.
Yang perlu dicatat adalah bahwa Departemen Agama RI dalam konteks memimpin umat dalam keberagaman faham dan agama, maka ada proses untuk menyelesaikan. “Kita buktikan bahwa Depag tidak akan menelantarkan umat Islam apalagi menzalimi. Jangankan umat Islam yang mayoritas di Indonesia, kaum minoritas pun akan dilindungi pemerintah,” imbuh Abdul Gani.
Mendengar pernyataan Abdul Ghani, para pendemo langsung mengungkapkan kekecewaannya. Alasannya, jawaban yang keluar dari mulut Abdul Gani tidak sesuai keinginan pendemo karena cenderung mengambang dan tidak fokus. “Kami sangat kecewa dengan sikap Depag. Sakit bagi kami! Karena khawatir nanti cara menyampaikannya ke Menteri Agama salah,” ujar seorang pendemo. (Althaf/hdytlh/arrahmah.com)