PADANG (Arrahmah.com) – Terkait dikeluarkannya izin prinsip untuk pembangunan hotel dan mal Lippo Group yang dikeluarkan oleh Pemko Padang pada 29 Januari 2014 yang lalu, Forum Masyarakat Minangkabau Tolak Siloam (FMMTS) tetap menolak pembangunan itu karena berapa pun jumlah bangunan atas nama jasa dan perdagangan yang dibangun di Jl. Khatib Sulaiman, melanggar Perda No. 4 tahun 2012.
Ketua FMMTS Masfar Rasyid SH menjelaskan dugaan pelanggaran terlihat sudah terang benderang.Untuk itu FMMTS melalui kuasa hukumnya melaporkan Walikota Padang ke polisi atas dugaan pelanggaran Perda No. 4 tahun 2012 tersebut Selasa (4/2/2014).
Surat pengaduan FMMTS tersebut diterima oleh Polda Sumbar dengan Nomor pengaduan: STTL/27A/2014/SPKT Sbr.
Kuasa Hukum FMMTS, Miko Kamal mengatakan, kawasan Khatib Sulaiman ditentukan dalam Perda No. 4 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2010–2030 pasal 70 Ayat (3), bahwa kawasan tersebut untuk pengembangan perkantoran provinsi Sumatera Barat. Sepengetahuannya, Perda tersebut belum direvisi.
“Apabila nantinya terbukti melanggar, maka Pemko Padang akan dikenakan hukuman sesuai hukum terkait lainnya, yakni hukum tata ruang, yang mengancam pelanggar dengan hukuman penjara atau denda,” ujar Miko Kamal kepada wartawan didampingi Masfar Rasyid, seperti dilansir Haluan, Rabu (5/2/2014).
Dia berharap pihak Polda Sumbar untuk mengusut segera dugaan pelanggaran tersebut agar jelas ujung masalahnya.
Perihal pernyataan Walikota Padang Fauzi Bahar bahwa Perda tersebut telah direvisi pada tahun 2010, lalu kawasan Khatib Sulaiman tersebut diperuntukkan bagi jasa dan perdagangan, Miko mengatakan, ia belum pernah melihat Perda yang direvisi itu.
“Mana buktinya Perda itu direvisi? Dulu saya juga pernah menulis di sebuah surat kabar lokal, tentang belum direvisinya Perda tersebut, namun tak ada bantahan dari Pemko Padang,” tandasnya.
Sebelumnya, LSM wahana lingkungan hidup (Walhi) Sumbar juga telah mengungkapkan bahwa pembangunan hotel dan mal di kawasan Khatib Sulaiman melanggar Perda No. 4 tahun 2012 pasal 55 ayat (2) huruf f yang menyatakan kawasan tersebut adalah zona merah. Khalid Saifullah, Direktur Walhi Sumbar menilai, jika di sana di bangun hotel dan mal, artinya mengkonsentrasikan massa di kawasan bencana. Maka akan banyak korban jika sekiranya terjadi tsunami. (azm/arrahmah.com)