JAKARTA (Arrahmah.id) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menolak dengan tegas usulan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy soal memberikan bantuan sosial (bansos) untuk keluarga korban judi online. Pasalnya, usulan tersebut akan memberikan dampak ganda.
“Di satu sisi berusaha menyelesaikan masalah bagi keluarga korban judi online, di sisi lain kebijakan pemberian bansos akan memicu kecemburuan dan bertambahnya pelaku judi online baru, khususnya bagi masyarakat dengan ekonomi menengah-bawah yang sebelumnya tidak mendapatkan bansos,” ujar peneliti Fitra Gunardi Ridwan kepada wartawan, Ahad (17/6/2024), lansir Beritasatu.
Gunardi mengatakan, tidak semua korban judi online bisa dimasukan ke daftar data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sebagai pintu masuk mendapatkan bansos.
Menurut dia, verifikasi kriteria sasaran penerima bansos untuk keluarga korban judi online bakal sulit secara teknis dan berpeluang salah sasaran.
Bahkan, lanjut Gunardi, uang dari bansos tersebut juga berpeluang dijadikan modal untuk berjudi kembali. Belum lagi jika terjadi penambahan kuota bansos akibat masuknya kriteria korban judi, tentu akan memicu pembengkakan anggaran dan berpotensi memakan alokasi layanan publik lainnya, seperti kesehatan dan pembangunan.
“Alokasi anggaran bansos dari APBN tahun 2024 saja sudah mencapai Rp152,30 triliun,” jelas Gunardi.
Selain itu, kata Gunardi, bansos untuk korban keluarga judi online bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 KUHP.
“Di sisi lain praktik judi dilarang secara hukum, tetapi dampak judinya mendapatkan bantuan negara. Hal ini berpotensi tidak memberikan efek jera bagi pelaku,” tandas Gunardi.
Karena itu, Gunardi mengatakan Fitra merekomendasikan beberapa hal atas kasus judi online. Pertama, mendorong penegak hukum untuk menindak dan memberantas judi, baik online (situs/web) dan offline (langsung).
Kedua, memaksimalkan peran Kemensos untuk melakukan pembinaan kepada korban judi online yang mengalami gangguan psikososial, karena sejauh ini aksesnya masih sangat terbatas.
“Ketiga, alih-alih memberikan bansos untuk keluarga korban judi online, lebih baik pemerintah membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyelesaikan akar permasalahan yang menjerat korban judi online, terutama masyarakat ekonomi menengah-bawah yang merupakan kategori masyarakat yang rentan dan mudah terbuai dengan iklan judi,” jelas Gunardi.
Keempat, lanjut Gunardi, lebih baik bansos diberikan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan agar tidak terjebak pada judi online. Menurut dia, pemerintah perlu memperbaiki data yang ada, agar dampak bansos bisa benar-benar dirasa dan berdampak secara sosial-ekonomi.
“Kelima, mempertimbangkan kebijakan bansos untuk korban judi online karena akan menimbulkan kecemburuan sosial dengan masyarakat yang taat hukum atau tidak ikut berjudi,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)