JAKARTA (Arrahmah.com) – Firman 21 tahun, seorang muslim, yang sehari harinya berprofesi sebagai karyawan toko Santri Gading , Solo didakwa dengan pasal terorisme untuk perkara yang dia tidak mengetahuinya sama sekali. Firman Firmansyah alias Firman alias Abu Mujahid bin Toni Hidayat ditangkap di Depok, Jabar, pada Rabu, 5 September 2012 lalu. Berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dakwaan yang terbukti di persidangan adalah, Firman dijerat dengan Dakwaan Ketiga yaitu Pasal 15 Jo Pasal 9 Perpu No.1 Tahun 2002 sebagaimana telah disahkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak PIdana Terorisme menjadi Undang-undang. Atas hal itu Firman dituntut 12 tahun penjara, karena ikut merencanakan atau membantu proses pelaksanaan tindak pidana teroris yakni penembakan polisi di pos polisi Gemblegan, Solo.
Padahal fakta-fakta di persidangan berbicara dan membuktikan sebaliknya. Dalam hubungan itu arrahmah.com menghubungi Farid Ghodzali SH,pengacara Firman dari Tim Pembela Muslim (TPM), Rabu (29/5/2013). Dia menjelaskan bahwa, fakta di persidangan tidak pernah terungkap bahwa terdakwa ikut serta minimal mengetahui aksi penembakan polisi tersebut. Terdakwa Firman mengakui bahwa memang betul dia ikut merencanakan aksi perampokan toko emas di solo , bersama Farhan, Mukhsin, Bayu Setiono, dan Ali Zainal Abidin. Pertemuan-pertemuan beberapa kali itu dalam rangka aksi perampokan, tapi belum pernah terlaksana. “Tapi kemudian jaksa berkeyakinan bahwa pertemuan-pertemuan tersebut dalam rangka perencanaan aksi penembakan polisi,” ujarnya taktis.
Maksud fakta-fakta persidangan adalah saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan atas tuduhan terhadap terdakwa Firman. Termasuk saksi mahkota yakni Bayu Setiyono dan Ali Zainal Abidin. Mereka semua menolak bahwa Firman mengetahui rencana pembunuhan polisi tersebut.
Menaggapi tuntutan jaksa tanggal 20 mei 2013 tersebut, maka kemarin TPM mengajukan pledoi keberatan atas hal itu. Pledoi 33 halaman tersebut berisi bantahan atas tuntutan JPU terhadap Firman. Farid mengungkapkan fakta persidangan dengan tuntutan jauh sekali perbedaannya seperti langit dan bumi. Atau dia menganalogikan juga “Di dalam persidangan itu seperti tembok bercat putih namun di penuntutan jaksa catnya berubah menjadi hitam.”
Mengenai janggalnya tuntutan JPU tersebut, Farid mengungkapkan dua hal. Pertama, tuntutan JPU penuh dengan fitnah, mengada-ada, dan manipulatif. Pada persidangan ini menunjukkan bahwa JPU tidak berpihak kepada keadilan , tendensius dan benci kepada terdakwa. Jaksa menuntut berdasarkan anggapan bahwa terdakwa berbelit-belit dalam persidangan, berita acara pemeriksaan, dan asumsi jaksa terhadap saksi yang menyebutkan menyebutkan bahwa Firman itu mengetahui betul, ikut serta atau membantu atas pembunuhan personel polisi.
Kedua tidak ada ukuran standar didalam menjatuhkan tuntutan. Bayu setiono jelas-jelas mengakui turut membantu Farhan dalam penembakan polisi.Sementara Firman tidak terbukti di ruang sidang mengetahui, merencanakan apalagi turut serta dalam pembunuhan polisi di pos polisi Gemblegan, Solo. Anehnya Bayu setiono dituntut 10 tahun , sedangkan Firmansyah dituntut 12 tahun. Artinya “Jaksa menuntut atas dasar suka-suka.” Ujar Farid mengakhiri pembicaraan.
(azmuttaqin/arrahmah.com)