MANILA (Arrahmah.id) – Filipina tidak berniat mencampuri urusan Cina dengan Taiwan, kata para pejabat, setelah duta besar Beijing untuk Manila menuduh negara Asia Tenggara itu memicu ketegangan regional dengan memperluas akses pangkalan militer ke AS.
Manila baru-baru ini mengizinkan AS masuk ke empat lokasi lagi di wilayah strategis Filipina, dengan tiga lokasi baru menghadap ke utara menuju Taiwan dan satu di dekat sebuah pulau di Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Di bawah Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan 2014, Washington sekarang memiliki akses ke total sembilan lokasi militer di negara tersebut.
Perkembangan itu terjadi pada saat meningkatnya ketegangan geopolitik atas Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri dan kekhawatiran atas perilaku Cina di jalur air yang kaya sumber daya yang diklaim Beijing hampir secara keseluruhan.
“Dewan Keamanan Nasional ingin mengklarifikasi bahwa Filipina tidak berniat ikut campur dalam masalah Taiwan dan tidak akan membiarkan dirinya digunakan oleh negara lain untuk ikut campur dalam masalah tersebut,” kata juru bicara NSC, asisten direktur jenderal Jonathan Malaya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Sabtu (15/4/2023).
Peningkatan kerja sama keamanan antara Manila dan Washington dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan militer Filipina, kata Malaya.
“Kami mengamati kebijakan Satu Cina dan menganut prinsip non-intervensi ASEAN dalam mendekati masalah-masalah regional,” tambahnya.
“Perhatian utama kami di Taiwan adalah keselamatan dan kesejahteraan lebih dari 150.000 orang Filipina yang tinggal dan bekerja di pulau itu, dan kami mengambil pengecualian besar untuk setiap upaya di negara kami yang menggunakan ini untuk menakut-nakuti dan mengintimidasi kami.”
Pernyataan itu muncul sehari setelah Duta Besar Cina untuk Filipina Huang Xilian mengatakan Manila memicu ketegangan geopolitik di Asia-Pasifik.
“Jelas, AS bermaksud memanfaatkan situs EDCA (Enhanced Defense Cooperation Agreement) baru untuk ikut campur dalam situasi di Selat Taiwan untuk mencapai tujuan geopolitiknya,” kata Huang pada Jumat (14/4) saat berpidato di sebuah forum di Manila.
“Filipina disarankan untuk secara tegas menentang ‘kemerdekaan Taiwan’ daripada menyulut api dengan menawarkan akses AS ke pangkalan militer di dekat Selat Taiwan jika Anda benar-benar peduli dengan 150.000 OFW [Pekerja Migran Filipina].”
Kementerian Luar Negeri Filipina tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Pernyataan Huang juga memicu kemarahan di antara warga Filipina, anggota parlemen menegur utusan tersebut pada Ahad (16/4).
“Ini adalah pernyataan yang sangat memalukan dari Duta Besar Huang Xilian. Beraninya dia mengancam kita,” kata Senator Risa Hontiveros dalam sebuah pernyataan.
“Para OFW kita di Taiwan akan terus bekerja di tempat mereka bekerja, titik! Orang Filipina akan berkembang dan mencari nafkah sesuai dengan keinginan kita.
“Dia, bersama dengan kapal negaranya dan pulau buatan di Laut Filipina Barat, harus berkemas dan pergi,” tambah Hontiveros, mengacu pada bagian Filipina di Laut Cina Selatan.
Akbayan, salah satu partai politik progresif terkemuka di Filipina, mendesak pemerintah untuk mengusir diplomat Cina itu.
“Beraninya [Huang] melakukan barter dengan nyawa rakyat kami untuk mempromosikan agenda hegemonik Beijing di wilayah tersebut,” kata partai itu dalam sebuah pernyataan.
“Dia tidak punya hak untuk mengancam warga negara kita sambil menikmati keramahan negara kita.” (zarahamala/arrahmah.id)