JAKARTA (Arrahmah.id) – Gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) mengutuk keengganan badan pengatur sepak bola global FIFA untuk menjatuhkan larangan terhadap pendudukan Israel yang telah melakukan genosida habis-habisan di Gaza.
FIFA telah memutuskan untuk menunda pemungutan suara tentang larangan pendudukan Israel dari sepak bola internasional hingga setelah Olimpiade. Ini jelas menuai kecaman yang luas bahkan FIFA dituding mendukung genosida.
Gerakan BDS dan berbagai organisasi hak asasi manusia menuduh FIFA melindungi pendudukan Israel dari pertanggungjawaban atas kejahatannya di Gaza.
Gerakan BDS mengeluarkan pernyataan mengutuk keputusan FIFA, serta menyoroti kekerasan yang sedang berlangsung di Gaza di mana pendudukan Israel telah mengintensifkan operasi militernya.
Menurut pernyataan tersebut, dalam beberapa hari terakhir, pendudukan Israel telah menewaskan beberapa pesepakbola muda, termasuk Sayyed Yousef Odeh (16), Yazan Al-Sarsawi (11), dan Shadi Abu Al-Arraj (36).
Gerakan BDS juga melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel mengebom sekolah PBB di Gaza pada tanggal 9 Juli, menewaskan sedikitnya 30 warga Palestina, termasuk anak-anak yang sedang bermain sepak bola.
Pernyataan tersebut merinci dampak buruk konflik terhadap olahraga Palestina, dengan sedikitnya 240 pemain sepak bola Palestina, termasuk 67 anak di bawah umur, tewas di tangan pendudukan Israel. Selain itu, 15 orang terluka dan 12 orang dipenjara. Pendudukan Israel juga telah menargetkan dan merusak 49 fasilitas olahraga Palestina, menggunakan beberapa stadion sebagai pusat penahanan dan penyiksaan.
Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), sebagai bagian dari organisasi FIFA, telah menyerukan larangan terhadap Israel. Petisi yang menuntut tindakan ini telah mengumpulkan lebih dari 500.000 tanda tangan.
Sebelumnya pada bulan Mei, Sheikh Salman bin Ebrahim Al Khalifa, Presiden AFC, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif Asosiasi Sepak Bola Palestina menjelang kongres FIFA.
Usulan tersebut bertujuan untuk menjatuhkan sanksi segera dan tepat kepada tim-tim Israel.
“AFC sekuat anggotanya dan jika salah satu menderita, maka semua anggota lainnya akan terkena dampaknya,” ungkapnya kepada para delegasi.
Gerakan BDS, yang didukung oleh berbagai pejabat PBB, pemain sepak bola, dan hampir 200 anggota parlemen, berpendapat bahwa ketidakpedulian FIFA yang berkelanjutan berkontribusi terhadap iklim “impunitas total” bagi pihak yang melakukan genosida.
Pernyataan itu menegaskan bahwa badan olahraga internasional harus ditekan untuk meminta pertanggungjawaban pendudukan Israel, dengan mengacu pada isolasi internasional Afrika Selatan pada masa apartheid.
Gerakan tersebut menyerukan penghentian secara damai semua keikutsertaan Israel dalam olahraga regional dan internasional, dan mendesak orang-orang yang berhati nurani untuk bertindak ketika pemerintah dan lembaga telah gagal melakukannya.
Kemungkinan dikeluarkan dari FIFA telah membuat pejabat Israel kebingungan. Pejabat dari Kementerian Luar Negeri, Kebudayaan, dan Olahraga, serta Dewan Keamanan Nasional telah berupaya untuk ‘menghancurkan’ larangan potensial tersebut.
Di platform X, Menteri Luar Negeri Israel secara terbuka mengancam Jibril Rajoub, kepala PFA dan Komite Olimpiade Palestina, dengan hukuman penjara jika ia tidak mencabut permintaan untuk mengeluarkan Israel dari FIFA.
Dengan menutup mata dari apa yang terjadi di Gaza, FIFA dinilai terlibat dalam pembersihan etnis, genosida, dan penghancuran infrastruktur olahraga Palestina. Tidak ada yang meminta FIFA mencampurkan politik dengan olahraga tetapi cukup menerapkan aturannya sendiri dan bersikap adil.
(ameera/arrahmah.id)