BANDUNG (Arrahmah.com) – Siapapun yang akan menjadi Presiden, Indonesia akan tetap sekular dan semakin sekular. Demikian hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan DPD I HTI Jabar pada Sabtu (12/7/2014) lalu.
Ketua Lajnah Siyasah (Departemen Politik) DPP HTI, Ustadz Yahya Abdurrahman yang menjadi narasumber utama dalam FGD tersebut menjelaskan bahwa selama Pilpres berlangsung Indonesia terpecah. Rakyat terpecah. Ulama terpecah. Intelektual terpecah. Termasuk Ormas dan tentunya Partai Politik-pun terpecah. Terpecah karena ada yang mendukung Prabowo-Hatta dan ada yang mendukung Jokowi-JK. Menurut Ust. Yahya, pertarungan yang terjadi antara dua kubu bukanlah pertarungan antara Islam dengan non Islam, bukan juga pertarungan antara umat Islam dengan bukan umat Islam tetapi yang terjadi adalah pertarungan dua pihak yang tidak mendasarkan kepada Islam samasekali.
Menurut Ustadz Yahya, mereka hanya memperebutkan suara umat Islam, yang pada saatnya nanti, ketika mereka berkuasa, umatpun akan ditinggalkan, persis seperti halnya teori mendorong mobil mogok. Ketika mogok, mereka meminta bantuan masyarakat, tetapi ketika mobilnya sudah jalan, si pendorong hanya mendapatkan asapnya saja, ujarnya.
Lebih lanjut, Ust. Yahya menjelaskan, bahwa akibat Pilpres umat menjadi tidak peka. Menurutnya, Ketika The Jakarta Post (8/7/14) memuat kartun yang menghina umat Islam, masyarakat dan Ormas tidak merespon secara signifikan. Tetapi ketika Wimar Witoelar merilis gambar yang mendiskreditkan kubu Prabowo-Hatta atau Tabloid Obor Rakyat yang memojokkan Jokowi, direspon secara luar biasa oleh media masing-masing kubu, bahkan hingga diadukan ke kepolisian.
Menurut Ustadz Yahya, masing-masing kubu Capres-Cawapres menjanjikan perubahan, tetapi ironinya, masih tetap dalam bingkai sekularisme. Mereka berjanji akan sejahterakan rakyat, tetapi mereka tetap pertahankan sistem yang membuat membuat kekayaan alam hanya dikuasai segelintir orang. Mereka berjanji akan membawa menuju keadaan yang lebih baik, tetapi mereka masih mengakui sistem yang justru melempangkan jalan bagi penjajahan. Mereka berjanji mengabdi demi rakyat, tetapi mereka masih meyakini sistem demokrasi yang justru akan memaksa penguasa dan politisi, sibuk kembalikan modal dan keuntungan agar uangnya kembali. Olehkarena itu menurut Ust. Yahya, siapapun Presidennya negeri ini masih akan sekular dan bisa jadi semakin sekular.
Acara FGD yang diselenggarakan di Kantor DPD I HTI Jabar tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan tokoh, diantaranya Prof. Dr. Dede Mariana (Guru Besar Unpad), Prof. KH Salim Umar (Ketua Komisi Fatwa MUI Jabar), Dr. Ing. Fiky Suratman (Dosen Univ. Telkom), H.A. Halim Husein, SH., MH (Hakim Tinggi Pengadilan Agama Jabar), KH Oman Fathurohman (Ketua Syarikat Islam Jawa Barat), Drs. H. Yaya Rusmana (PW Mathlaul Anwar Jabar), Budi Rijanto (LSM Pamor), Azhar Aung (Ketua DPW Hanura Jabar), Dr. Anton Minardi (Dosen FISIP Unpad), Dr. Ing. Endry Rahman (Dosen UNIKOM), dan lain-lain. Hadir juga sebagai peserta diskusi Kepala Kesbangpol Jawa Barat Bapak Agus Hanafi dan Direktur Pengamanan Polda Jabar Kombes Pol Aton Suhartono. (azm/arrahmah.com)