JAKARTA (Arrahmah.com) – Sejarah peradaban dunia tidak bisa lepas dari peran para pemikir muslim di zamannya. Antara abad ke-7 hingga ke-17 telah banyak lahir generasi mumpuni di bidang keagamaan dan sains. Mereka menemukan teori-teori baru yang kelak memiliki arti penting bagi sejarah peradaban dunia.
Menurut pemimpin redaksi majalah Gontor yang juga panitia pengarah Festival Studi Islam dan Matematika Anak Muslim (FESMA) 2012, Ustadz Adnin Armas, para pakar matematika Muslim telah memberi konstribusi nayata dan menemukan berbagai macam teori yang kita kenal sekarang. Contohnya bilangan desimal, penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, eksponensial, dan penarikan akar. Mereka juga memperkenalkan angka-angka dan lambang bilangan.
Ustadz Adnin menambahkan, pakar matematika Muslim yang kita kenal di antaranya al-Khawarizmi. Di barat, al-Khawarizmi dikenal dengan nama Algorisme atau Algoritme. Al-Khawarizmi juga popular dengan sebutan Bapak Aljabar. Aljabar diambil dari namanya. Teori-teori Aljabar itu ia tulis dalam kitabnya yang bertajuk “Al-Jabr Wal Muqalabah” atau buku tentang penghitungan, restorasi dan pengurangan.
Sejarah telah memberi gambaran jelas, bahwa umat Islam sarat dengan nama-nama para Ulama-Intelek. Maka saatnya, generasi penerus melangkahkan kaki menelusuri jalan yang telah ditempuh para pendahulu kita. “Kemajuan teknologi dan informasi seharusnya bisa menjadi pelecut untuk membentuk generasi Ulama-Intelek yang lebih baik dari para pendahulu kita. Kami yakin hal itu bisa diwujudkan,” katanya kepada arrahmah.com di Darmin café, Jakarta, Jum’at (2/3).
Sebagai komitmen membentuk dan mewujudkan generasi Ulama-Intelek, Majalah Gontor bekerjasama dengan Klinik Pendidikan MIPA (KPM) mengadakan sebuah Festival Studi Islam dan Matematika Anak Muslim (FESMA) yang akan digelar pada ajang Islamic Book Fair 2012 di Istora Senayan, Jakarta, pada 11 dan 15 Maret 2012.
“Harapan kami, semoga ini bisa menjadi ajang menumbuhkan kesadaran anak akan pentingnya pengetahuan matematika dalam agama Islam,” ujar peneliti INSISTS ini.
Ustadz Adnin mengatakan, Fesma ini akan diikuti lebih dari 2500 siswa Muslim/Muslimah dari sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah kelas 4,5,dan 6 sekolah menengah pertama/Tsanawiyah kelas 7,8,dan 9.
Pada babak penyisihan, panitia akan mengambil 125 siswa SMP/MTs dengan nilai terbaik untuk maju ke babak semi final. Selanjutnya, mereka akan diseleksi menjadi lima siswa SMP/Mts dengan nilai terbaik untuk maju ke babak final.
Selain matematika, materi yang akan dilombakan meliputi studi Islam yang terdiri atas Ulumul Qur’an, hadis, Fiqh, tajwid, tarikh islam (Sejarah Islam), Tarjamah, dan Pengetahuan Umum.
“Perpaduan dua studi ini akan memberikan nilai positif bagi anak didik ke depan,” katanya.
Acara akbar yang berbarengan dengan Islamic Book Fair ini menjadi momentum besar untuk mencetak calon Ulama-Intelek. Acara ini akan dikunjungi ribuan orang, baik para peserta, orang tua peserta, maupun pengunjung Islamic book Fair.
Menurut Adnin, rencananya acara FESMA ini akan digelar setiap tahun. Bisa jadi, kegiatan ini tidak hanya diselenggarakan bergantian.”Saya yakin kegiatan ini akan bisa memberikan semangat kepada generasi Muslim untuk tampil lebih hebat di banding yang lainnya,” tegasnya.
Sementara itu, Ir R Ridwan Saputra MSi, direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM) mengatakan banyak umat Islam yang tidak concern terhadap kemampuan matematika. Matematika itu ilmu dasar berfikir, jika sudah ada dasar berfikir yang kuat bisa menambah pengetahuan baru di bidang sains. “Nah,pengetahuan barunya akan berkembang ketika matematikanya bagus. Karena dalam matematikakan dilatih kemampuan menganalisa, mengeksplorasi sehingga kemampuan menelitinya bagus,” ujarnya.
KPM memiliki visi bahwa dengan matematika akan meningkatkan ketaqwaan. Artinya, “Kita ingin membentuk orang yang beriman dan berpengetahuan. Kalau hanya belajar matematika tapi tidak meningkatkan keimanan, maka derajat kita tidak akan naik,” tandasnya.
Majalah Gontor bekerjasama dengan KPM, Oktober 2011, sukses menyelengarakan Olimpiade Studi Islam dan Matematika Fachruddin ar-Razi Competition (FRC). Acara yang digelar di kampus STEKPI Kalibata dan kampus al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu diikuti sekitar 700 siswa dari seluruh Indonesia. (bilal/arrahmah.com)