JAKARTA (Arrahmah.com) – Mengutip publikasi Ustadz Felix Siauw pada akun Facebook dan Twitter-nya, Rabu (8/10/2014), telah didapati sebuah propaganda “pacaran sehat” di dalam buku PJOK Kurikulum 2013 kelas 11. Hal ini sebagaimana dilaporkan @Benefiko kepada Ustadz Felix melalui Twitter.
Menurut Ustadz penulis buku Beyond The Inspiration ini, tantangan Muslim Indonesia saat ini bukanlah penjajahan fisik. Secara tidak disadari, seringkali lebih penjajahan itu digencarkan secara pemikiran, dengan akidah Ummat Islam sebagai sasarannya.
Secara menohok, kaum kuffar berusaha menjadikan gaya hidupnya sebagai kiblat, untuk diEKORi dan diBUNTUTi, hingga Muslimin secara sukarela meniinggalkan ajaran agamanya. Lewat hollywood misalnya, cara hidup hedonis diekspor AS agar konsumennya mengalami pembiasaan untuk mendewakan kenikmatan badaniyah.
Hal tersebut secara “keren” disebut dengan ghazwul fikri, perang pemikiran. Al-hasil, generasi yang jauh dari Islam, menganggap Islam itu anti-modernitas. Sebaliknya, konsumen awam film hollywood dan industri film internasional lainnya (misalnya bollywood dan korea), perlahan tapi pasti, menganggap semua dari barat itu keren, gaul.
Ustadz penulis buku “Udah Putusin Aja” ini menambahkan bahwa, “ghazwul fikri ini selain ramai lewat media, juga diupayakan via jalur formal, lewat pendidikan formal, kurikulum dan buku-buku formal.”
Parahnya, propaganda sesat dan menyesatkan yang dibungkus dengan cover pendidikan formal, keburukan seolah terlegitimasi dan terlegalisasi. Hasilnya, sekolah justru “resmi” menjadi ajang penyuburan pendidikan tak Islami.
Terlebih dengan maraknya program beasiswa “mempesantrenkan” SDM instansi pemerintah dan swasta yang tertarget lembaga bantuan studi asing yang bekerjasama dengan pemerintah Republik Indonesia, makin besarlah peluang program westernisasi cendekiawan Indonesia secara legal.
Para calon cendekiawan WNI dididik di barat, atau minimal dengan cara barat. Pada gilirannya, saat mereka selesai “mesantren”, mereka kembali dan menentukan arah pendidikan negeri ini.
Cendekiawan-cendekiawan yang sudah terbaratkan ini, entah sadar atau tidak, akhirnya menjauhkan generasi Muslim dari Islamnya sendiri. Memang tidak semua alumni barat ini kontan menjadi “kebarat-baratan”, namun mereka yang menjadi tim pelolos rancangan kurikulum 2013 dan bukunya ini tentu perlu diingatkan kembali bahwa mereka bukan cendekiawan antek western yang Islam harapkan.
Mari kita lihat buah tangan mereka, misalnya bab “Mehahami Dampak Seks Bebas” dalam pelajaran PJOK Kurikulum 2013. Propaganda seks sebelum nikah itu justru diajarkan melalui pacaran walau dibungkus dengan istilah “pacaran sehat”.
Padahal, tidak ada seks yang sehat sebelum nikah, terlebih jika dilakukan para pelajar. Sudah banyak survei dilakukan, misal KPAI pernah merilis 62.7% remaja SMP tidak perawan pada 2008, dan semuanya dimulai lewat praktik pacaran.
Sementara, sebagai Muslim, kita meyakini bahwa hanya dengan Islam manusia dapat menjadi mahluk mulia di dunia dan akhirat. Hanya dengan Islam saja Allah akan ridha. Namun beberapa materi sekolah – yang diandalkan rakyat Indonesia sebagai upaya perbaikan generasi penerus bangsa- justru bertentangan dengan Islam yang diperjuangkan para pejuang kemerdekaan Bumi Pertiwi.
Materi ‘pacaran sehat’, kegiatan praktik renang bagi putri yang tak dipisah dengan putra, penempatan posisi duduk siswi yang ditempatkan di depan siswa, dan lain-lain, sungguh tidak mendukung cita-cita para pejuaang Indonesia terdahulu. Bagaimana kiranya perasaan para pejuang kemerdekaan Indonesia ketika mengetahui hasil perjuangannya diisi dengan perusakan akidah seperti ini, dimulai dari pergaulan yang dinodai?
Pasti bapak yang menjadi teladan bangsa kita seperti Jenderal Sudirman tidak rela kemerdekaan dinodai contoh materi ‘pacaran sehat’ ini terang-terangan terdapat dalam buku PJOK kelas 11 yang dikeluarkan kemdikbud.go.id secara legal dan menusantara. Sungguh propaganda penyelewengan akidah generasi muda ini sudah mencapai titik kritis darurat nasional.
Secara normatif, Rasulullah sendiri melarang pacaran dan segala jenisnya, bersebab itu mendekati zina. Secara data faktual, terbukti pacaran pintu dari terjadinya perilaku seks bebas.
Perlu diingat, seks bebas tak hanya perilaku intercourse saja. Namun, saling menjamah dengan birahi, saling bertemu pipi, berpelukan sambil berboncengan, saling bertelepon dengan manja, berkirim pesan menggoda dan aneka perilaku yang hanya halal bagi sepasang suami isteri, itulah zina. Maka Ustadz Felix mewanti-wanti bahwa, “bila sedari muda diajarkan begini, wajar setelah dewasa mikirnya ‘mending lokalisasi zina, daripada zina nggak dilokalisasi’.”
Ia juga menggarisbawahi bahwa, “hasil dari ghazwul fikiri ini ialah Muslim, tapi aqidahnya liberal, bukan Islam. [Mereka menjadi] pragmatis, tidak mampu berpikir menyeluruh dan solutif.”
Kepada para pembaca Ustadz Felix menyatakan bahwa hal ini disampaikan karena khawatir akan perkara ini. Ini juga bukti bahwa ia sayang dengan generasi muda Muslim. “Kasihan dengan orangtua yang semakin berat amanahnya,” ujarnya.
Pun bagi Muslimin Indonesia, hal-hal semisal ini diserukan harus menjadi kekhawatiran bersama, karena ini urusan Ummat Islam seuruhnya, karena yang ditargetkan kaum kuffar adalah anak-anak kita. Tentu kita juga tidak perlu pesimis. Yakinlah, tidak semua cendekiawan terbaratkan. Insyaa Allah, masih banyak yang lahir dan tumbuh dengan kepedulian Islam yang tinggi. Hanya saja lingkaran sistem kemdikbud di pusat – yang disadari atau tidak telah terkungkung westernisasi- harus mengetahui ini.
“Karenanya hal ini kami informasikan hal ini pada ayah @Mohammad_Nuh_ , semoga beliau berbaik hati menanggapi kerisauan ini,” pesan Ustadz Felix Siauw.
Mari bangkit bersama, sebab Ummat ini telah dikepung dari berbagai arah, karenanya kita mesti serius berbenah. “Bagi kita orangtua, maka harusnya makin banyak belajar,” nasihatnya.
“Sebagai orangtua, sebagai Muslim, kerisauan saya sangat besar pada pendidikan anak, dan saya yakin semua orangtua dan semua Muslim sama. Kita hidup belum tentu sampai sempurna mengajar anak-anak kita. Seandainya kita[meninggal] lebih dulu, pertanyaan besar ‘masihkah mereka beriman?’ Mohon doanya pada anak-anak Muslim di Indonesia, juga bagi ayah @Mohammad_Nuh_ agar tetap istiqomah memperbaiki generasi Ummat ini,” Ustadz Felix menitikberatkan.
Ikhwatul iman, karena kita peduli maka kita berbagi, karena kita Muslim maka kita saling melindungi, ujarnya. Semoga di kelak, semua perkara yang kita lakukan saat ini berujung sebagai kebaikan. Allahu musta’an. (adibahasan/arrahmah.com)