WASHINGTON DC (Arrahmah.com) – Data terbaru yang diterbitkan Lembaga Antariksa AS (NASA) menunjukkan bahwa Februari 2016 mengalahkan semua rekor dengan menjadi bulan terpanas selama lebih dari satu abad pencatatan rekor global.
Sebagaimana dikutip dari Australia Plus (15/3/2016), data yang membandingkan tiap bulan di tahun 1880 dengan suhu rata-rata antara 1951-1980, menegaskan analisis sebelumnya bahwa Februari adalah bulan terpanas sepanjang sejarah.
Meskipun bulan terpanas adalah Juli 2015, Juli dan Agustus cenderung 4 derajat Celcius lebih panas dari Januari dan Februari karena massa tanah yang luas di belahan bumi utara mendinginkan planet ini selama musim dingin utara, jelas meteorolog Dr. Jeff Masters.
Menulis di blog Weather Underground, Dr. Jeff dan rekannya Bob Henson mengatakan, Februari luar biasa karean ia lebih panas 1,35 derajat Celcius ketimbang rata-rata jangka panjang, sementara Juli hanya lebih panas 0,75 derajat Celcius dari rata-rata.
“Mungkin, yang bahkan lebih luar biasa adalah bahwa Februari 2015 mengalahkan rekor Februari sebelumnya [yang diatur selama puncak El Nino 1997-98] dengan kenaikan suhu 0,47 derajat Celcius besar,” tulis mereka.
Rekor sebelumnya adalah Januari tahun ini, yakni lebih panas 1,14 derajat Celcius ketimbang suhu rata-rata, yang memecahkan suhu Desember 2015 dengan catatan kenaikan 1,10 derajat Celcius.
Data NASA juga menunjukkan bahwa meskipun Oktober 2015 adalah bulan pertama yang menjadi lebih hangat 1 derajat Celcius dibanding suhu rata-rata, setiap bulan sejak Oktober telah melampaui tanda itu.
Bulan terakhir yang lebih dingin dari suhu rata-rata adalah September 1992, dan tahun terakhir dengan dua bulan yang lebih dingin dari rata-rata adalah tahun 1978.
Pemanasan belum pernah terjadi sebelumnya, dunia darurat iklim.
Dr. Jeff dan Dr. Bob menggambarkan data di bulan Februari sebagai “margin yang luar biasa untuk mengalahkan rekor suhu dunia bulanan,” dan “tonggak yang tak menyenangkan”.
“Hasil ini merupakan kejutan sesungguhnya, namun pengingat lain dari kenaikan jangka panjang dalam suhu global diakibatkan gas rumah kaca yang dihasilkan manusia,” jelas mereka.
Profesor Stefan Rahmstorf dari Institute Penelitian Dampak Iklim Postdam dan profesor tamu di Universitas New South Wales mengatakan bahwa pemanasan itu “benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya.”
“Kita semacam berada dalam darurat iklim sekarang ini,” katanya.
“Pemerintah telah berjanji untuk bertindak dan mereka perlu melakukan lebih baik dari apa yang mereka janjikan di Paris,” tambahnya.
Konferensi iklim COP21 di Paris menghasilkan sebuah kesepakatan di bulan Desember 2016, yakni mengulang target 2 derajat Celcius tetapi juga menyebut bahwa dunia harus mengejar target untuk membatasi peringatan ke 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Namun, Dr. Jeff mengatakan, dunia sudah lebih hangat 1 derajat Celcius sejak akhir abad ke-19, dan panas yang tersimpan di lautan telah menyumbangkan setidaknya 0,5 derajat dari pemanasan atmosfer.
“Singkatnya, kita sekarang meluncur dengan kecepatan menakutkan ke arah maksimum pemanasan 2 derajat Celcius dari tingkat pra-industri yang disepakati secara global,” ujarnya.
Dr. Jeff mengatakan, beberapa bulan ke depan suhu akan tetap jauh di atas rata-rata jangka panjang, dan 2016 mungkin melampaui 2015 sebagai tahun terpanas dalam catatan pembukuan global. (fath/arrahmah.com)