(Arrahmah.com) – Pada Senin (9/3/2015) lalu, Zahran Alloush, Pemimpin Jays Islam sekaligus panglima militer Jabhah Islamiyah, memposting sebuah video pada akun twitter-nya yang menegaskan seorang mujahid dari Jays Islam telah disembelih oleh Tentara “Daulah Islamiyah” atau kelompok Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS. Tentara “Khilafah” itu bahkan menolak permintaan Sang Mujahid untuk shalat sebelum menyembelihnya dengan cara yang keji.
Jays Islam (Tentara Islam), sebelumnya dikenal dengan Liwa Al-Islam atau Brigade Islam, adalah gabungan dari berbagai kelompok Jihad yang didirikan oleh Zahran Alloush, putra seorang ulama Suriah yang berbasis di Saudi, Abdullah Muhammad Alloush. Ia pernah ditangkap oleh Rezim Suriah dan dibebaskan pada pertengahan 2011 setelah menjalani hukuman karena aktifitas Salafi Jihadinya.
Berkenaan dengan hal ini, Syaikh Abu Qatadah Al-Filishthini menyampaikan fatwa mengenai hukum mencegah orang yang ingin mendirikan shalat. Berikut terjemahan lengkap fatwa Syaikh Abu Qatadah tersebut, yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Ahad (15/3).
أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يَنۡهَىٰ ٩ عَبۡدًا إِذَا صَلَّىٰٓ ١٠
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat”. [Qs. Al Alaq: 9-10]
HUKUM MENCEGAH ORANG YANG INGIN MENDIRIKAN SHALAT
Oleh: Syaikh Umar Mahmud (Abu Qatadah Al Filishthini)
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi yang diutus dengan kasih sayang kepada sekalian alam, serta kepada keluarga dan para sahabat beliau, amma ba’du:
Saat ini masyarakat dapat menyaksikan bagaimana tingkah polah para ghulat tak terpelajar yang begitu hiperaktif itu. Suatu saat mereka ingin menjalani sebuah ritual yang bodoh dan sesat dengan menjadikan seorang pemuda sebagai tumbalnya, mereka ingin membunuhnya dengan cara disembelih, maka si pemuda meminta satu hal, yaitu menunaikan shalat sebelum ia disembelih, ternyata mereka justru menyumpahi permintaan terakhirnya itu.
Kejadian ini menyiratkan satu gambaran yang jelas; bahwa para pelaku perbuatan ini adalah makhluk paling keji dan manusia paling pandir, jika ada yang mengatakan bahwa mereka lebih mirip dengan kaum zindiq yang suka mengolok-olok agama, mungkin itu ada benarnya, karena pada saat kejadian itu, salah satu dari mereka mencari sebilah pisau yang tumpul untuk menyembelih pemuda tadi demi melampiaskan nafsu hatinya yang kelam dan jiwanya yang sakit!
Dan dalam rangka menyatakan sikap terkait kejadian yang ditanyakan kepada diri hamba yang senantiasa ingin bertaqwa kepada Rabbnya ini (Syaikh Abu Qatadah – red.), maka saya (Syaikh Abu Qatadah – red.) berkata:
Yang jelas adalah bahwa korbannya dalam kondisi ditahan atau tertawan, jadi semestinya si korban tidak akan dibunuh hingga keluar keputusan dari mahkamah syariat, namun ketika orang-orang tak berilmu itu merekam perbuatan keji mereka, maka sebagai orang yang mengaku Islam, seyogyanya mereka menjelaskan alasan mengapa orang itu dibunuh, dan ternyata penjelasan itu tidak ada sama sekali! Perbuatan mereka ini mencerminkan bahwa mereka lebih tepat disebut sebagai gerombolan preman dan pembuat onar, tidak lebih dan tidak kurang.
Yang kedua, teriakan mereka dan segala tingkah laku mereka termasuk merekam adegan penyembelihan itu menunjukkan bahwa mereka layaknya sebuah komunitas yang saling berkompetisi dalam melakukan perbuatan yang demikian, sehingga dari kenyataan bahwa mereka sudah tidak bisa membedakan lagi antara yang halal dan haram ini, kita dapat mengukur seberapa besar kadar penyakit rabies yang ada di dalam diri mereka. Ucapan-ucapan yang keluar dari mulut mereka juga menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk-makhluk yang tidak faham agama maupun urusan keduniaan.
Begitu pula dengan rasa bangga mereka dalam merekam korban penyembelihan dan melarang si korban untuk shalat, perilaku semacam ini adalah penyakit, yaitu penyakit ghuluw, penyakit rabies, dan penyakit narsis dengan cara melakukan sesuatu yang bejat dan nista. Penyakit ini adalah titel dan ciri khas Jamaah Daulah yang nista, bejat dan hobi berdusta ini, yaitu jamaah yang dipimpin oleh Al Baghdadi.
Sesungguhnya melarang si korban untuk shalat adalah perbuatan kufur dan riddah, sekarang katakanlah si korban adalah orang kafir yang kemudian ingin mengerjakan shalat, sedangkan shalat adalah salah satu ciri-ciri orang Islam sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ
“Barangsiapa shalat seperti shalat kita, menghadap ke arah kiblat kita dan memakan sembilan kita, maka dia adalah seorang Muslim..” [HR. Bukhari No.378].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يَنۡهَىٰ ٩ عَبۡدًا إِذَا صَلَّىٰٓ ١٠
“bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat” [Qs. Al Alaq: 9-10]
Dan para durjana itu bukan hanya melarang, namun mereka mencegah si korban untuk shalat, maka ini adalah perbuatan kufur yang lebih berat timbangannya. Karena apabila seseorang melarang, maka larangannya bisa dipatuhi, bisa juga dilanggar. Namun jika seseorang sudah mencegah, maka tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan sesuatu yang ia cegah itu.
Katakanlah si korban benar-benar murtad sebagaimana yang mereka klaim –padahal mereka adalah makhluk yang paling tidak mengerti permasalahan ini, yang saya makud permasalahan menjatuhkan putusan hukum syariat terhadap terdakwa pelaku perbuatan riddah dan kufur – kemudian si korban ingin melaksanakan shalat, maka apa alasan yang membolehkan mereka untuk mencegahnya melaksanakan shalat?! Mungkin saja si terdakwa ingin bartaubat, apakah boleh mencegah seseorang yang ingin bertaubat?!!
Ya Allah, betapa parahnya kerusakan yang mereka timbulkan terhadap agama ini! Betapa durjananya mereka sampai-sampai mereka berani menghalangi seseorang yang ingin menempuh jalan Allah! Betapa bejatnya mereka sampai-sampai mereka berani menumpahkan darah yang diharamkan! Betapa lalainya mereka sampai-sampai mereka terjerumus ke dalam kekeliruan yang menjadikan seseorang kufur!
Dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan ini, yaitu meremehkan perbuatan mencegah orang yang hendak shalat, maka tidak diragukan lagi ia termasuk orang yang berlawanan dan bertentangan dengan firman Allah Ta’ala berikut ini:
وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ ٣٢
“Barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [Qs. Al Hajj: 32]
Perbuatan ini menunjukkan bahwa tidak ada taqwa di dalam hati mereka, karena barangsiapa yang urusan shalatnya memprihatinkan, maka dalam urusan lain ia lebih memprihatinkan.
***
Adapun mengenai cara membuktikan keislaman seseorang menurut agama kita, berikut ini adalah cara-cara yang benar menurut para ulama:
Pertama: melalui ucapan, maksudnya dengan ucapan Laa Ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah, dasarnya adalah sabda beliau Shallallahu alaihi wa sallam:
ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﻻ ﺇﻟٰﻪَ ﺇﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﺧَﺎﻟِﺼﺎ ﻣُﺨْﻠِﺼﺎ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﺠَﻨَّﺔَ
“Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah, maka dia masuk surga.”
Kedua: melalui pembuktian, yaitu apabila seorang muslim mengerjakan amalan yang merupakan ciri khas orang Islam, contohnya shalat dan haji, dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang telah disebutkan di atas:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ
“Barangsiapa shalat seperti shalat kita, menghadap ke arah kiblat kita & memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang Muslim, ia memiliki perlindungan dari Allah & Rasul-Nya. Maka janganlah kalian mendurhakai Allah dengan mencederai perlindungan-Nya.” [HR. Bukhari No.378].
Ketiga: melalui perunutan, maksudnya seorang anak yang mengikuti agama salah satu orang tuanya, karena pada dasarnya seorang manusia akan mengikuti agama yang terbaik dari dua agama yang dipeluk oleh kedua orang tuanya (jika agama keduanya berbeda – red.).
Keempat: negara, seorang anak temuan yang ditemukan di Negara Islam dianggap beragama Islam, sebagaimana halnya anak temuan yang ditemukan di negara kafir dianggap kafir, kecuali jika ada perubahan lain atau jika mayoritas agama penduduk suatu negeri berbeda dengan agama yang dianut oleh pemerintahnya.
***
Si terdakwa itu berniat mengerjakan shalat, maka tak peduli apapun motivasi dibalik keinginannya untuk shalat, ia tidak boleh dicegah untuk shalat, dan siapa saja yang mencegahnya maka ia telah mengkufuri Allah Ta’ala dan tidak menjunjung tinggi agamanya.
Menurut perkataan para imam, senang terhadap kekufuran adalah kufur, sedangkan orang-orang pandir itu senang jika si pemuda itu mati dalam keadaan belum mengerjakan shalat zhuhur, berdasarkan keterangan yang ada di dalam rekaman itu, dan ini adalah kekufuran yang nyata, berdasarkan sabda RasulullahShallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ تَرَكَ الصَّلاَةُ فَقَدْ كَفَرَ
“Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia telah kafir.”
Ini baru orang yang meninggalkan shalat, apalagi dengan orang yang mencegah orang lain melaksanakan shalat!!
Belum lagi dengan dua perbuatan bejat yang menunjukkan betapa buruknya agama mereka dan agama orang yang mengizinkan mereka melakukan penyembelihan ini, dua perbuatan itu adalah:
Pertama:
Usaha para setan itu untuk mencari pisau yang tumpul, bahkan si pelaku menghunjamkan pisaunya ke atas batu untuk menghilangkan ketajamannya! Ini adalah penyakit, karena menurut para pakar, orang yang mengkonsumsi narkotika atau melakukan perbuatan yang tidak senonoh tidak akan puas dengan satu gaya atau cara, ia akan mencari tambahan dosis yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan setan selalu menyemangatinya untuk terus menambah perbuatan nistanya, beginilah sejatinya penyakit ala setan ini berlaku.
Berbeda dengan orang yang berniat menegakkan perintah Allah Ta’ala, ia hanya mencukupkan diri melaksanakan proses penjatuhan hukum hudud dan tidak menambah hal-hal lain. Sedangkan perbuatan si setan tadi menunjukkan bahwa ia adalah penderita penyakit yang virusnya sudah menjalar di dalam tubuhnya, sehingga ia tidak bisa lagi merasakan kenikmatan jika sekedar membunuh dengan pisau yang tajam dan sekali tebas, sehingga ia pun menumpulkan pisaunya terlebih dahulu, persis seperti diarahkan di dalam panduan orang-orang yang rusak, yaitu bagaimana berimprovisasi dalam melakukan perbuatan buruk dan nista.
Hal ini juga menjelaskan kepada kita bahwa sudah maklum di dalam jamaah ini, jika para anggotanya saling berlomba melakukan perbuatan-perbuatan nista semacam itu dan mereka saling membanggakan ‘hasil karyanya’ itu, ini adalah indikasi dari penyakit kejiwaan dan sifat para setan, tidak diragukan lagi, dan dari sini, terungkaplah poin yang kedua.
Kedua:
Kami melihat bahwa ada upaya yang kuat agar dapat merekam perbuatan ini, dan inilah yang sering saya komentari mengenai mereka, mereka adalah orang-orang ‘sakit’ yang hobinya mencari kenikmatan dengan cara menyiksa orang lain, bukan orang-orang yang ingin menegakkan syariat Allah Ta’ala, hasrat terbesar mereka adalah mendokumentasikan ‘karya’ mereka dan memamerkannya ke seluruh dunia, persis seperti pepatah arab, “jika ingin mencatatkan nama di dalam sejarah, maka kencingilah sumber mata air zam-zam.”
Perbuatan para pemuda itu adalah hasil didikan yang selama ini mereka terima, perbuatan ini seolah-olah sudah menjadi mandat atasan karena mereka sering menyaksikan para komandan mereka melakukan hal yang serupa, lalu mereka mencernanya dan akhirnya mereka terjerumus ke dalam jalan yang sama.
Jika engkau ditakdirkan dapat hadir dalam majelis mereka, engkau akan mendapati bahwa topik obrolan mereka adalah saling membanggakan foto-foto pembunuhan, persis seperti para persaingan para insan perfilman untuk meraih applaus dari para penonton film mereka, dan ini adalah kebiasaan para durjana, bukan kebiasaan para mahdiyyin (orang-orang yang mendapatkan petunjuk).
Sebenarnya yang paling berbahaya dari kejadian ini adalah ketika mereka meremehkan permintaan si terdakwa untuk melaksanakan shalat zhuhur yang menjadi kewajibannya, maka kelak mereka akan mendapatkan jatah mereka dari Allah, mereka telah berani bermain-main dengan kekufuran dan kehinaan. Sedangkan hanya Allah saja yang mampu menjaga orang-orang yang diberi petunjuk dari kesesatan-kesesatan semacam ini.
(aliakram/arrahmah.com)