JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 32 tahun 2022 tentang pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya, maka hukum kurbannya sah.
Kondisi tersebut, asalkan penyakit dapat disembuhkan dengan pengobatan agar tidak terjadi infeksi dan pemberian vitamin atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu 4-7 hari.
Sementara, untuk hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus serta penyembuhannya dalam waktu lama atau bahkan tidak dapat disembuhkan, maka hukum kurbannya tidak sah.
“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban, maka hewan ternak tersebut dijadikan hewan kurban,” kata Ketua MUI Kota Bandung Miftah, Selasa (14/6), lansir RMOL.
Kemudian, hewan ternak yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK, setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban, maka sembelihan hewan tersebut dianggap sebagai sedekah, bukan hewan kurban.
Pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.
Sementara itu, Wali Kota Bandung Yana Mulyana meminta MUI Kota Bandung hingga tingkat kecamatan untuk menyosialisasikan fatwa MUI terkait hukum dan panduan ibadah kurban.
“Tolong fatwa MUI agar disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga punya keyakinan untuk sama-sama melaksanakan IdulAdha dengan baik karena pemerintah menjamin,” ujarnya.
(ameera/arrahmah.id)