JAKARTA (Arrahmah.id) – Banyak kalangan masyarakat yang masih ragu memanfaatkan masjid atau area sekitar nya untuk kegiatan komersial.
Padahal, masjid sepanjang lintasan sejarah tidak hanya diperuntukkan sebagai tempat pelaksanaan ibadah ritual saja.
Sejak awal, masjid dibangun untuk pusat kegiatan umat Islam.
Memakmurkan masjid telah disinggung dalam firman Allah SWT:
اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ
“Sesungguhnya yang (pantas) memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, mendirikan sholat, menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapa pun) selain Allah. Mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS At Taubah [9]:18).
Keraguan masyarakat dalam memakmurkan masjid di ranah sosial dan yang bernilai ekonomis dapat dipahami sebab masjid merupakan bangunan wakaf dan berdiri di atas tanah wakaf.
Telah jamak diketahui, tanah wakaf dalam Islam terlarang dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.
Berdasarkan hal ini, barang kali masyarakat menjadi enggan mengelola area sekitar masjid untuk kegiatan di luar ibadah ritual murni.
Jawaban dari keraguan tersebut telah dijawab tuntas dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 34 tahun 2013 tentang Pemanfaatan Area Masjid Untuk Kegiatan Sosial dan Yang Bernilai Ekonomis.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan masjid dan area masjid dapat dimanfaatkan untuk kegiatan di luar ibadah mahdlah (ibadah ritual murni seperti sholat).
Hal ini bukan tanpa dasar, dalam satu hadits Rasulullah SAW. bersabda:
أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ
“Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan pukullah rebana untuk mengumumkannya.” (HR Tirmidzi no 1009)
Kemudian, Syekh Abu Bakar Syatha dalam karyanya I’anatuth Thalibin juz 3 halaman 208 menerangkan:
فَلَوْ شُغِلَ المَسْجِدُ بِأَمْتِعَةٍ وَجَبَتْ الاُجْرَةُ لَهُ فَتُصَرَّفُ لِمَصَالِحِهِ عَلَى الاَوْجَهِ.
“Bila masjid dikomersialkan, hasil komersial tersebut harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan masjid, ini berdasarkan pendapat ulama yang lebih dapat dijadikan pegangan.”
Karenanya, pemanfaatan area masjid untuk kepentingan muamalah, seperti sarana pendidikan, ruang pertemuan, area permainan anak yang bersifat sosial diperbolehkan.
Sebagian area masjid juga boleh dimanfaatkan untuk kepentingan bernilai ekonomis seperti menyewakannya untuk resepsi pernikahan.
Namun, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan:
Kegiatan tersebut tidak terlarang secara syar’i, senantiasa menjaga kehormatan masjid, dan tidak mengganggu pelaksanaan ibadah.
Karenanya MUI mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat terutama kepada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) secara kreatif memakmurkan masjid dengan penyediaan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan ibadah dan muamalah masyarakat.
(ameera/arrahmah.id)