BANDUNG (Arrahmah.com) – Membincang Filantropi (kedermawanan) Islam, wakaf adalah satu di antaranya, selain Zakat, Infak Sedekah, dan dana kemanusiaan lainnya. Data Kementerian Agama tahun 2012 mencatat, aset wakaf nasional mencapai 3,49 miliar meter persegi tanah, di 420.003 titik di seluruh nusantara. Bila dirupiahkan, dengan asumsi harga tanah hanya Rp100 ribu per meter persegi, nilainya mencapai Rp 349 triliun. Fantastis! Maa syaa Allah.
Belum lagi dengan disahkannya Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 yang mengakui keabsahan wakaf uang. Dengan asumsi 100 juta penduduk muslim Indonesia mau berwakaf Rp100 ribu per bulan, maka wakaf uang yang bisa dikumpulkan per tahun mencapai Rp120 triliun per tahun. Bayangkan berapa besar keuntungan yang bisa diperoleh jika uang sebanyak itu diinvestasikan agar lebih produktif, untuk kelangsungan program-program sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Demikian seperti disampaikan Direktur Eksekutif Badan Wakaf Indonesia (BWI), Drs Achmad Djunaedi, dalam artikelnya “Memproduktifkan Aset Wakaf Nasional”.
Meski begitu, faktanya, aset tanah wakaf yang sedemikian luas itu masih belum optimal dikelola secara produktif. Sebagian besar masih menengadahkan tangan untuk menutupi biaya operasionalnya. Bicara aset dan potensi wakaf, Indonesia bisa berbangga hati. Namun saat disinggung soal pengelolaan dan manajerial, harus diakui bahwa kita belum mumpuni.
Bahkan, dengan negeri jiran Singapura misalnya, pengelolaan wakaf negeri ini masih tertinggal. Melalui perusahaan Warees Investments, dimana seluruh sahamnya dimiliki Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), umat Islam di negeri singa itu sudah memilik
i asset wakaf produktif berupa: 114 ruko, 30 perumahan, dan 12 gedung apartemen dan perkantoran. Keuntungan dari pengelolaan wakaf produktif tersebut digunakan untuk membiayai operasional masjid, madrasah, beasiswa, dan lain-lain.
Di Malaysia, Kumpulan Waqf An-Nur sukses membangun beberapa klinik dan Rumah sakit. Hasil dari keuntungan waqf mereka gunakan untuk kepentingan anak yatim beasiswa, orang miskin, anak yatim dan lain-lain.
Di Arab Saudi, tahun 2010 lalu, International Islamic Relief Organization Saudi Arabia (IIROSA), meluncurkan sedikitnya 6 proyek wakaf produktif senilai SR 470 juta, dengan proyeksi keuntungan SR 45 juta. Keuntungan dari proyek-proyek tersebut dipergunakan untuk kepentingan sosial umat.
Lihatlah Proyek Bayt Allah Waqf, berupa 11 lantai rumah dan gedung komersial. Keuntungan dari proyek ini digunakan membangun 370 mesjid di 18 negara. Belum lagi The Orphan Waqf, hotel 30 lantai yang keuntungannya digunakan untuk membiayai anak-anak yatim di 28 negara. The Educational Care Waqf, sebuah tower 22 lantai, yang keuntungannya digunakan untuk membiayai 30 institusi pendidikan di seluruh dunia.
Masih ada lagi, Social Development Waqf, gedung 10 lantai yang keuntungannya digunakan untuk program rehabilitasi dan pelatihan keterampilan untuk satu juta orang di 97 negara. Dan The Da’wa Waqf, gedung 28 lantai yang keuntungannya akan digunakan untuk beasiswa 13000 mahasiswa, 720 mubaligh di 365 Center-center Islam di seluruh dunia. Plus The Health care waqf, gedung 25 lantai, dimana keuntungan dari hasil pengelolaan gedung itu akan dipergunakan untuk kepentingan kesehatan 33 juta orang di 285 Rumah sakit.
Belum termasuk potensi Zakat, Infak-Sedekah dan dana kemanusiaan lainnya.
3rd International Islamic Philantrophy
“Bicara filantropi Islam: Zakat, Infak Sedekah dan Wakaf (ZISWAF), tentu tak selesai dalam 1-2 hari perbincangan. Penerapan model filantropi Islam di berbagai negara memiliki kekhasan masing-masing. Hal ini tak lepas dari kultur masyarakat maupun sistem pemerintahannya. Oleh karena itu, dibutuhkan pemaparan dan diskusi untuk memperkaya pandangan dalam penghimpunan hingga pengelolaan dana ummat ini,” Kata Kushardanta Susilabudi, SE., MM., Direktur IMZ, penyelenggara perhelatan ini.
Masih menurut Kushardanta, silaturahmi dan menimba ilmu diantara para pegiat ZISWAF Asia Tenggara kerap diselenggarakan tidak sekedar untuk benchmarking tetapi juga meningkatkan sinergitas pengelolaan sumber daya umat. Rangkaian kerjasama ini, katanya, merupakan cerminan kesadaran untuk lebih dapat mengoptimalisasi pemanfaatan zakat infak sedekah dan wakaf dalam peran pengentasan kemiskinan di Asia Tenggara secara lintas Negara, bahkan lintas benua hingga Afrika.
Karenanya, Indonesia Magnificent of Zakat (IMZ), bersinergi bersama lembaga filantropi lintas Negara, semisal: Dompet Dhuafa, Sinergi Foundation, Institut Kajian Zakat (IKaZ) Malaysia, Lembaga Wakaf Produktif (WakafPro 99), Baitul Maal Muamalat (BMM), dan beberapa lainnya menggelar Seminar Internasional Filantropi Islam ke- 3, yang insya Allah akan selenggarakan pada:
Waktu/ Hari : Selasa-Kamis (3-5 Maret 2015)
Tempat : Hotel Golden Flower, Bandung
Narasumber :
Undangan : Perwakilan ZISWAF Malaysia UiTM (Universiti Teknologi MARA) IKaZ
(Institut Kajian Zakat) UiTM AIM (Amanah Ikhtiar Malaysia) PPZ
(Pusat Pungutan Zakat) Malaysia, Perwakilan Brunei Darussalam,
Warees Singapore , Zakat Organization of Philipine, Perwakilan Zakat
Asia Tenggara lainnya, Awqaf New Zealand
Gelaran silaturahim para pegiat Filantropi Islam di Asia Tenggara hingga Afrika ini akan mengupas secara gamblang, perkembangan kajian fatwa serta praktek-praktek pengelolaan ZISWAF yang diterapkan di Asia Tenggara khususnya. Fokus pembahasan mencakup 3 hal:
- Fiqh, Maqasid Al-Syariah dan Isu ZISWAF Kontemporer;
- Tata kelembagaan ZISWAF; dan
- Inovasi program ZISWAF di Asia Tenggara.
Dari topik besar ini diharapkan secara kontinu akan melahirkan gagasan-gagasan baru dalam mentransformasikan keberkahan filantropi Islam pada kemajuan ummat dunia. Selain pemaparan pembicara tamu dan praktisi, paper yang telah masuk dan direview akan dipublikasikan dalam Jurnal Internasional Nusantara Islam yang bekerjasama dengan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. (azm/arrahmah.com)