BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Pada Selasa (13/10/2015), umat Islam tanah air dikejutkan dengan pemberitaan bentrokan antar umat Islam dan Kristen di Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil. Bentrokan ini mengakibatkan seorang pemuda Muslim meninggal dunia dan empat lainnya luka-luka. Satu gereja liar juga turut dibakar dalam rentetan peristiwa tersebut.
Peristiwa bentrokan tersebut menjadi topik utama pemberitaan nasional hingga saat laporan ini kami siapkan. Hampir seluruh media nasional dengan mengatasnamakan HAM (Hak Asasi Manusia) menyoroti aksi umat Islam Aceh Singkil yang mereka anggap tidak toleran dan tidak menghargai keberagaman. Pemerintah Pusat juga tidak butuh waktu lama untuk segera memberikan pandangan dan pernyataan mereka atas peristiwa tersebut. Berbagai tokoh liberal dan politisi sekuler turut berkoar menyudutkan umat Islam Aceh Singkil atas peristiwa bentrokan tersebut.
Pihak kepolisian tidak butuh waktu lama untuk langsung menangkap 47 orang dan menetapkan 10 tersangka dari pihak umat Islam Aceh Singkil dengan tuduhan pembakaran gereja yang pada kenyataannya gereja tersebut berstatus ilegal. Bahkan Kepala Polri Jenderal Polisi Badrodin Haiti langsung terjun ke lokasi kejadian sehari pasca bentrokan terjadi. Tentu saja respon Pemerintah atas peristiwa ini sangat kontras dengan kejadian yang terjadi di Tolikara, Papua, di mana ratusan masa Kristen dari GIDI (Gereja Injili Di Indonesia) menyerbu umat Islam Tolikara yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Baitul Muttaqien.
Akibat penyerbuan tersebut umat Islam Tolikara tidak dapat melaksanakan Shalat Idul Fitri, bahkan masa Kristen turut membakar masjid, rumah imam masjid dan beberapa pertokoan milik umat Islam yang berada di sekitar masjid. Pihak Kepolisian hanya menetapkan dua orang tersangka dari pihak Kristen GIDI atas aksi teror mereka membakar masjid, rumah imam dan pertokoan milik umat Islam di Tolikara. Yang lebih mengejutkan, Presiden Jokowi malah mengundang Ketua GIDI ke Istana Kepresidenan, padahal dia diyakini sebagai aktor intelektual dalam kasus teror di Tolikara.
Atas dasar keprihatinan dan kekecewaan kami melihat umat Islam Aceh Singkil yang sangat dipojokkan dan difitnah oleh berbagai pihak atas kejadian ini, maka Tim Ummah Care Indonesia (UCI) melakukan investigasi langsung dengan mengirimkan perwakilan kami ke Aceh Singkil. Dalam investigasi tersebut Tim UCI telah berhasil menemui para Ustadz, Teungku, serta para tokoh masyarakat Islam Aceh Singkil. Dari hasil investigasi ini, kami berhasil mengumpulkan beberapa fakta yang harus diketahui oleh seluruh umat Islam Indonesia mengenai kronologi sebenarnya peristiwa bentrokan antara umat Islam dan masa Kristen di Aceh Singkil:
-
Pada tahun 1979, Pemerintah Kabubaten Aceh Singkil hanya mengizinkan pendirian satu gereja untuk rumah ibadah umat Kristen. Namun beriring waktu jumlah gereja semakin bertambah dan menjamur di berbagai pelosok Aceh Singkil. Pada 2015, tercatat lebih dari 30 gereja baik yang mengantongi izin maupun tidak berizin telah dibangun di seantero Aceh Singkil.
-
Populasi penduduk Kristen Aceh Singkil pada umumnya adalah warga suku Karo dan Batak yang bermigrasi dari Provinsi Sumatera Utara. Aceh Singkil juga telah menjadi ladang subur kegiatan para misionaris Kristen yang telah berkali-kali kedapatan mencoba mendangkalkan aqidah umat Islam yang awam dan mengajak mereka berpindah ke agama Kristen. Semenjak keberadaan gereja mulai menjamur di Aceh Singkil, umumnya penduduk Kristen mulai tidak menghargai dan menghormati masyarakat Muslim di sana. Umat Islam mulai diteror dengan surat kaleng yang menyatakan bahwa Aceh Singkil akan segera dikuasai oleh umat Kristen.
-
Setelah sekian lama bersabar dan menahan diri, akhirnya masyarakat Muslim di setiap Desa mengadakan musyawarah untuk melakukan aksi demo untuk mendesak pemerintah agar segera menertibkan gereja-gereja liar yang telah sangat meresahkan warga. Saat aksi demo berlangsung sebagian oknum dari umat Islam tersulut emosi sehingga membakar sebuah gereja liar yang telah lama meresahkan warga.
-
Setelah pembakaran gereja liar yang pertama, umat Islam berencana untuk membakar gereja liar yang kedua. Namun kumpulan masa Kristen sudah bersiaga dan menyerang balik umat Islam, serta menembak mereka dengan senapan babi yang menyebabkan 1 orang dari pihak umat Islam meninggal dunia.
-
Pasca bentrokan, aparat keamanan mulai berdatangan untuk menertibkan umat Islam yang berdemo. Pihak keamanan merazia dan menahan senjata tajam yang dibawa oleh umat Islam, sedangkan senjata tajam yang dibawa oleh masa Kristen tidak ditahan dan mereka biarkan.
-
Kemarahan umat Islam semakin tersulut ketika mereka dihadang dan dihalangi oleh para petugas keamanan untuk mengambil jenazah pemuda Muslim yang tewas ditembak oleh masa Kristen. Akibatnya masyarakat Muslim meluapkan kemarahan mereka dengan merusak sebuah mobil aparat kepolisian.
-
Pasca insiden tersebut, 47 orang Umat Islam langusng ditahan oleh petugas, 10 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, dan sebagian lainnya telah dibebaskan.
-
Umat Islam Aceh Singkil sangat kecewa karena aparat tidak membebaskan semua saudara-saudara mereka yang ditahan. Dalam pandangan umat Islam, mereka-lah yang sebenarnya menjadi korban, namun kanapa mereka yang ditahan!? Sedangkan pihak Kristen hingga saat ini tidak ada satupun yang ditahan oleh aparat!
-
Beredar isu di tengah masyarat Aceh Singkil, bahwa Bupati terpilih Safriadi telah melakukan kontrak politik dengan pihak gereja untuk melindungi kegiatan umat Kristen dan gereja-gereja mereka jika ia terpilih menjadi Bupati. Oleh karena itulah umat Islam menilai bahwa ketidaktegasan Pemerintah Aceh Singkil disebabkan karena motif politik tersebut.
-
Pasca insiden tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil telah membuat perjanjian dengan umat Islam bahwa pada hari Senin tanggal 19 Oktober 2015, pihak Pemerintah akan membongkar semua gereja yang tidak memiliki izin.
-
Umat Islam Aceh Singkil menegaskan apabila pada tanggal 19 Oktober 2016, Pemerintah tidak juga melakukan pembongkaran terhadap seluruh gereja-gereja liar di sana, maka seluruh masyarakat Muslim akan turun langsung untuk membakar semua gereja yang tidak memiliki izin tersebut.
-
Hari Jum’at (16/10/2015), Tim UCI melakukan silaturahim berkunjung ke Desa Belusuma, Kecamatan Surau, Kabupaten Aceh singkil untuk menyampaikan takziyah kepada orang tua korban yang meninggal dunia akibat insiden bentrokan. Pihak keluarga menyampaikan harapan mereka kepada seluruh umat Islam di tanah air agar melakukan pembelaan dan menuntut balasan yang setimpal kepada umat Kristen yang telah membunuh anak mereka.
Demikian fakta yang berhasil kami himpun dalam perjalanan investigasi kami di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Kami akan terus memberikan informasi lanjutan mengenai keadaan terkini yang terjadi di lapangan.
Tim Ummah Care Indonesia
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)