IDLIB (Arrahmah.com) – Setelah Turki menarik diri dari pos pengamatan di wilayah yang dikendalikan rezim, rezim Suriah dan Rusia meningkatkan serangan mereka di Idlib, meningkatkan kekhawatiran akan pertempuran besar yang akan segera terjadi.
Serangan udara Rusia yang disertai dengan pemboman yang dipimpin rezim Suriah telah meningkat di beberapa daerah di provinsi barat laut Idib sejak awal November, meskipun perjanjian gencatan senjata ditandatangani antara Rusia dan Turki pada Maret.
Peningkatan tersebut bertepatan dengan penarikan pasukan Turki dari beberapa pos pengamatannya di daerah yang dikuasai rezim di Suriah, sementara pada saat yang sama meningkatkan kehadiran militernya dengan mengerahkan beberapa konvoi militer ke berbagai wilayah Idlib, lansir Al Monitor (17/11/2020).
Selama beberapa hari terakhir, berbagai faksi bersenjata oposisi telah menargetkan pos-pos rezim di sisi selatan dan timur Idlib, menewaskan sejumlah tentara rezimdan tentara Rusia.
Serangan oposisi menyusul pernyataan 2 November oleh wakil kepala Pusat Rusia untuk Rekonsiliasi Partai Oposisi di pangkalan udara Hmeimim di Latakia, Kolonel Alexander Grinkevich, yang mengatakan bahwa militan berencana untuk melakukan pemboman di daerah Idlib untuk melakukan pembalasan, melawan tentara Suriah yang menargetkan daerah berpenduduk.
Sementara itu, pemboman Rusia menargetkan kota dan desa Abedeta, Al-Bara dan Ehsim di wilayah Jabal Zawiya di selatan Idlib.
Grup Koordinasi Respons, sebuah organisasi kemanusiaan non-pemerintah yang bekerja di Idlib, mendokumentasikan pelanggaran oleh rezim Suriah dan Rusia antara 1 Oktober dan 8 November, mencatat 314 target darat, lima serangan udara dan empat serangan drone, dan melaporkan sekitar 25 korban sipil, termasuk 12 pria, dua wanita, tujuh anak dan empat pekerja kemanusiaan.
Kelompok ini juga mendokumentasikan penargetan fasilitas dan infrastruktur, termasuk fasilitas pendidikan, pasar populer, pusat pertahanan sipil, dan fasilitas layanan. (haninmazaya/arrahmah.com)