JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, karena merasa adidaya dan banyak negara dunia sudah ‘tunduk’ baik karena hutang maupun investasi, China sama sekali tidak peduli terhadap protes warga dunia.
Perlakuan represif dan kebijakan tidak manusiawi yang dialami etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di wilayah Xinjiang mereka anggap urusan domestik dan kebijakan yang wajar sehingga negara lain tidak boleh ikut campur.
Walau gelombang protes terhadap perlakuan represif dan kebijakan tidak manusiawi yang dialami etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di wilayah Xinjiang semakin besar dan meluas, tetapi Pemeritah China terus menutup telinganya.
Sebagai negara berpaham komunis, memang tidak ada ruang bagi rakyat Cina untuk mengkritik kebijakan Pemerintahnya.
Hal yang sama dilakukan Cina kepada warga dunia yang mengkritik mereka soal Uighur.
Sikap acuh, arogansi, tidak mau mendengar apalagi menanggapi protes keras dunia juga dikarenakan Cina merasa sudah menjadi negara adidaya.
“Bahkan mereka menyebar ancaman balik ke banyak negara dan warga dunia yang berani protes. Ini bentuk arogansi yang luar biasa dan arogansi seperti ini harus dihentikan. Warga dunia harus terus bersuara, harus terus protes dan harus terus mengecam. Kekuatan bersuara ini lebih dahsyat dari kekuatan ekonomi yang dimiliki China,” tukas Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (23/12).
Fahira mengungkapkan, banyak kajian ilmiah dari berbagai lembaga dunia yang menyatakan bahwa tidak lama lagi ekonomi China akan menyalip Amerika.
Salah satu bukti nyata kekuatan ekonomi China adalah negara berpenduduk 1,3 miliar ini menjadi kreditor resmi terbesar melampaui IMF atau Bank Dunia karena mampu memberi pinjaman (hutang) ke ratusan negara.
Sementara dari sisi investasi, bank-bank Cina mendanai proyek-proyek infrastruktur besar di 78 negara di seluruh dunia. Tidak heran banyak negara yang juga menutup mata dan telinganya atas apa yang terjadi di Xinjiang termasuk negara-negara berpenduduk muslim.
Tujuan penguasaan ekonomi dunia ini, lanjut Fahira, adalah agar banyak negara berpihak kepada China saat mereka memutuskan kepentingan nasionalnya terkait dengan isu-isu kebijakan salah satunya soalnya Uighur.
“Jika institusi negara sudah tidak bisa diharapkan, maka warga dunia lah yang harus mengambil peran untuk terus mengecam sembari mendesak PBB dan negara-negara yang sudah punya sikap tegas terkait Uighur untuk memberi sanksi kepada China,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR ini.
(ameera/arrahmah.com)