JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, dalam kultwitnya, mengajak kepolisian RI (Polri) untuk tidak bawa dendam pribadi ke dalam lembaga. Hal ini terkait kejanggalan pengusutan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan Kepolisian terhadap Yayasan Keadilan untuk Semua, lembaga yang menjadi pengumpul donasi untuk membiayai Aksi 411 dan Aksi 212.
Apalagi, tak hanya sekadar memeriksa Ketua GNPF-MUI KH. Bachtiar Nashir, penyidik Bareskrim bahkan sudah menetaptkan seorang pegawai BNI Syariah Islahuddin Akbar sebagai tersangka.
Fahri Hamzah menjelaskan persoalan paling penting dalam penanganan TPPU adalah adalah pada pidana asal. Pidana asal atau yang sering disebut sebagai predicate crime adalah tindak pidana yang dari kejahatan tersebut uang berasal.
“Maka status uangnya ditentukan dulu, karena kalau uang bersih ngapain dicuci?” ungkap Fahri seperti dikutip dari akun Twitter-nya (Rabu, 15/2/2017).
Karena itulah dia mempertanyakan kepada Kepolisian, uang kotor yang dianggap hasil tindak pidana itu berasal dari tindak pidana apa. “Kalau ada uang pidana, mana tersangkanya? Pidana apa? Narkoba? Korupsi? atau?” cuitnya.
Menurutnya, jawaban dari pihak Kepolisian penting agar rakyat tenang dan tidak bertanya-tanya, kenapa sumbangan untuk acara ‘pengajian’ yang juga dihadiri Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dianggap ilegal.
“Kita semua mencintai polisi sebagai lembaga inti yang ada dalam konstitusi,” tandasnya.
Dalam bagian Kultwitnya tersebut, Fahri memang mengakui walaupun UU tentang TPPU sudah berusia hampir 15 tahun, tapi masih banyak pro-kontra.Secara umum, semua debat soal TPPU adalah perlu tidaknya pidana asal diungkap duluan.
“Dulu, POLRI termasuk ketat soal #PidanaAsal itu dan bahkan melakukan kritik atas penggunaaan #TPPU tanpa pidana asal,” tandasnya
(*/arrahmah.com)