WASHINGTON (Arrahmah.com) – Senjata AS dalam memenangi “perang ideologi” melawan kelompok “ekstrimis” adalah lewat situs-situs jaringan sosial dan berbagai tools lainnya dari Web 2.0. “Dalam perang ide, tugas inti kami pada tahun 2008 adalah menciptakan lingkungan yang memusuhi ekstrimisme,” kata tokoh penting penyusun kebijakan di AS sebagaimana dikutip AFP.
James Glassman, menteri muda Wakil Menlu AS Bidang Diplomasi dan Urusan Publik, mengemukakan bahwa cara memusuhi kekerasan ekstrimisme dilakukan dengan dua jalan yaitu menggoyang ideologi ektremis sekaligus mengajak kaum muda untuk menempuh jalan produktif yang menjauh dari terorisme.
Glassman mengemukakan hal tersebut saat pidato di New America Foundation, lembaga pemikir yang bermarkas di Washington. “Cara terbaik mencapai tujuan kami dalam diplomasi publik adalah lewat pendekatan baru berkomunikasi, pendekatan ini jauh lebih mudah menyusul munculnya Web 2.0 atau teknologi-teknologi jaringan sosial,” katanya.
“Kami menyebut pendekatan baru ini Public Diplomacy 2.0,” kata Glassman.
“Al-Qaeda dan organisasi ekstrimis lainnya telah memanfaatkan Internet namun keuntungan itu dengan segera lenyap,” katanya. “Teknologi-teknologi baru memberi keunggulan komparatif yang berarti kepada AS dibanding para teroris.”
Glassman mengemukakan, penting bagi pemerintah AS untuk menyesuaikan perkakas dan pesan mereka dalam zaman internet. “Di dunia baru orang berkomunikasi ini, setiap pemerintah yang menolak teknik-teknik baru Internet akan menghadapi risiko semakin besar diabaikan,” katanya.
“Sasaran utama kita, khususnya kaum muda, tidak ingin dikuliahi, tidak ingin disuruh berpikir atau diberitahu tentang betapa indahnya kita,” kata Glassman.
Dia mengemukakan, Departemen Luar Negeri AS dan badan-badan pemerintah AS melakukan berbagai usaha untuk terlibat secara interaktif dengan masyarakat.
Biro Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Luar Negeri AS punya halaman di “Facebook” dan Glassman mengatakan tim departemen tersebut menggunakan berbagai blog dan situs web berbahasa Arab, Persia, Urdu dan sebentar lagi Rusia.
“Anggota-anggotanya memperkenalkan diri sebagai perwakilan dari Deplu AS, dan mereka melibatkan diri dalam percakapan, dan menginformasikan atau memperbaiki distorsi mengenai kebijakan-kebijakan AS,” kata Glassman.
Dia juga mengatakan blogger berbahasa Persia Deplu AS belum lama ini terlibat dalam “serangkaian ‘posting’ panjang” dengan penasehat bidang media Presiden Mahmoud Ahmadinejad dari Iran.
Deplu AS setiap tahun menghabiskan anggaran 900 juta dolar untuk diplomasi publik dan dua pertiganya untuk pertukaran pendidikan dan budaya seperti program Fulbright. (Hanin Mazaya/republika)