JAKARTA (Arrahmah.com) –Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 Bedjo Untung memberikan dukungan terhadap pernyataan Ketua MK Mahfud MD yang membolehkan atheis dan komunis hidup di Indonesia.
“Ini cukup progresif dan kita perlu kita dukung. Kita tidak boleh menghakimi seorang komunis atau atheis,” ungkap Bedjo seperti dilansir itoday, Rabu (11/7).
Menurut Bedjo Untung, pernyataan Mahfud MD itu perlu diimplementasikan dalam bentuk tidak perlunya mencantumkan agama di KTP. “Kita tidak perlu mencantumkan agama di KTP. Di negara-negara maju tidak ada pencantuman agama di kartu identitas mereka,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, membicarakan agama atau tidak beragama itu masalah Hak Asasi Manusia (HAM).
“Bicara orang beragama dan tidak beragama itu Hak Asasi Manusia dan masalah kepercayaan itu masalah internal orang kepada Tuhannya. Saya dan kawan-kawan korban 65 pada umumnya tidak mempermasalahkan, apa yang dikatakan atheis tidak beragama itu terjemanahan kurang benar juga,” ungkap Bedjo.
Bedjo menolak jika Atheis dan komunis bertentangan dengan Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Itu tidak benar, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak harus orang beragama tertentu secara membabi buta. Sila itu menghargai orang beragama. kebebesan beragama itu HAM kita, memberi ruang kepada orang yang tidak percaya terhadap agama tertentu. Justru pernyataan Mahfud MD itu sangat progresif dan kita dukung,” pungkasnya.
Bejo Untung sendiri merupakan eks organisasi onderbouw atau matel PKI yaitu Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Keikutsertaannya dalam organisasi IPPI ketika berumur 16 tahun menyeretnya ke dalam penjara dari tahun 1970 hingga tahun 1979. (bilal/arrahmah.com)