ADDIS ABABA (Arrahmah.com) – Ethiopia menyerang pangkalan militer Eritrea pada hari Kamis (15/3/2012) dalam menanggapi pembunuhan awal tahun ini dari lima wisatawan Eropa di wilayah Afar Ethiopia, juru bicara pemerintah mengatakan.
“Awal pagi ini pasukan pertahanan Ethiopia menyerang sebuah pos militer di Eritrea,” juru bicara pemerintah Ethiopia, Shimeles Kemal, menyatakan kepada wartawan. Ia menuduh Eritrea menggunakan pangkalan itu “melatih dan menjalankan tindakan teroris”.
“Kelompok ini beroperasi di wilayah Afar, Ethiopia,” kata Shimelese.
“Kami tahu pasti bahwa pemerintah Eritrea mendukung, melatih, dan menyebarkan kelompok subversif yang sesekali melancarkan serangan pada infrastruktur di Ethiopia.”
Shimeles mengatakan serangan itu terjadi 16 kilometer (10 mil) di dalam Eritrea tetapi tidak dapat mengkonfirmasi jumlah korban dari sisi Ethiopia atau Eritrea.
Pada bulan Januari, dua warga Jerman, dua warga Austria dan satu warga Hungaria tewas dalam serangan di lereng gunung berapi Erta Ale di wilayah Afar, Ethiopia.
“Serangan-serangan terakhir terhadap wisatawan Eropa adalah salah satu alasan untuk balas dendam ini,” kata Shimeles.
Serangan terhadap para wisatawan sudah menghidupkan kembali ketegangan antara dua negara Tanduk Afrika tersebut. Sejumlah pihak internasional merasa khawatir bahwa akan muncul perang antara kedua negara.
Shimeles mengatakan perang tidak akan meletus antara kedua negara, dan bersikeras bahwa Ethiopia berkomitmen untuk perundingan damai. Namun dia memperingatkan bahwa Ethiopia bisa meluncurkan serangan lebih lanjut dalam menanggapi ancaman keamanan dari Eritrea.
“Selama Eritrea tetap menjadi batu loncatan untuk sejumlah serangan terhadap Ethiopia, tindakan serupa akan terus dilakukan,” katanya.
Jika pasukan Eritrea membalas, dia memperingatkan, “maka hasilnya akan menjadi bencana.”
Eritrea memisahkan diri dari Ethiopia dan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1993 setelah perjuangan 30 tahun. Kedua negara terlibat perang perbatasan antara 1998-2000 yang diklaim menewaskan setidaknya 70.000 nyawa. (althaf/arrahmah.com)