EROPA (Arrahmah.id) – Dalam upaya paling signifikan untuk menghukum Rusia atas perangnya di Ukraina, Uni Eropa setuju untuk melarang sebagian besar impor minyak Rusia setelah negosiasi tegang yang menguji seberapa jauh blok itu bersedia untuk mengucilkan Moskow.
Sejak Rusia menginvasi pada 24 Februari, Barat telah berusaha membuat Moskow membayar secara ekonomi untuk perangnya. Tetapi menargetkan sektor energinya yang menguntungkan, dipandang sebagai upaya terakhir di Eropa dan terbukti paling sulit, karena blok tersebut bergantung pada Rusia untuk 25% minyaknya dan 40% gas alamnya. Negara-negara Eropa yang bahkan lebih bergantung pada Rusia sangat enggan untuk bertindak, lansir AP (31/5/2022).
Dalam sebuah langkah yang tidak terpikirkan beberapa bulan lalu, para pemimpin Uni Eropa pada Senin malam sepakat untuk memotong sekitar 90% dari semua impor minyak Rusia selama enam bulan ke depan.
Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo menyebut embargo itu sebagai “langkah maju yang besar,” dan Perdana Menteri Irlandia Michael Martin memujinya sebagai “momen yang menentukan.”
“Sanksi itu memiliki satu tujuan yang jelas: untuk mendorong Rusia mengakhiri perang ini dan menarik pasukannya dan untuk setuju dengan Ukraina tentang perdamaian yang masuk akal dan adil,” kata Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Ukraina memperkirakan larangan itu bisa merugikan Rusia puluhan miliar dolar.
“Embargo minyak akan mempercepat hitung mundur keruntuhan ekonomi dan mesin perang Rusia,” kata Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba.
Wakil kepala Dewan Keamanan Rusia mengatakan bahwa sanksi energi terhadap negara itu dimaksudkan untuk menyakiti warga Rusia biasa dengan mempersulit Moskow untuk mendanai program sosial.
“Mereka membenci kita semua! Dasar dari keputusan ini adalah kebencian terhadap Rusia, warga Rusia, dan semua penduduknya,” tulis Dmitry Medvedev, yang juga mantan presiden dan perdana menteri, di aplikasi perpesanan Telegram.
Mikhail Ulyanov, perwakilan tetap Rusia untuk organisasi internasional di Wina, tampaknya mengabaikan langkah tersebut, dengan mengatakan Moskow akan mencari pembeli lain.
Namun, analis Simone Tagliapietra mengatakan Rusia mungkin harus menjual minyaknya dengan diskon besar. Tagliapietra, seorang pakar energi dan peneliti di think tank Bruegel yang berbasis di Brussel, menyebut embargo itu sebagai “pukulan besar.”
Matteo Villa, seorang analis di think tank ISPI di Milan, setuju bahwa Rusia akan menerima pukulan yang cukup signifikan sekarang tetapi memperingatkan bahwa langkah itu pada akhirnya bisa menjadi bumerang.
“Risikonya adalah harga minyak secara umum naik karena sanksi Eropa. Dan jika harganya naik banyak, risikonya adalah Rusia mulai menghasilkan lebih banyak, dan Eropa kalah taruhan,” katanya. (haninmazaya/arrahmah.id)