EROPA (Arrahmah.com) – Kebangkitan Islam di Kosovo semakin terlihat, yang salah satunya ditandai oleh banyaknya Muslimah mengenakan jilbab dan meningkatnya Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Muslim yang memicu perdebatan hangat di kalangan publik Kosovo, negara kecil yang mayoritas Muslim di tenggara Eropa.
“Kalian lihat banyak perempuan mengenakan jilbab dan banyak pria berjanggut,” kata Brikena Hoxha dari Inisiatif Stabilitas Kosovo, kepada Irish Times pada hari Kamis (12/4/2012).
“Ini baru bagi kami,” tambahnya.
Kecenderungan “Muslim Fundamental” dianggap berbeda dengan apa yang disebut “Islam-lite” atau “muslim moderat” di Kosovo.
“Kami Muslim, tetapi kami berpikir dengan cara orang-orang Eropa,” kata Xhabir Hamiti, seorang Profesor studi Islam dan Presiden Majelis Komunitas Islam Kosovo, badan pengawas resmi yang menyeleksi para imam Masjid.
Pihak-pihak yang tidak menyukai “Muslim Fundamental” menyindir upaya Partai Keadilan pada muslim panas lalu untuk mengamandemenkan konstitusi yang menyatakan Kosovo sebagai negara sekuler mengizinkan pemakaian jilbab di sekolah-sekolah umum.
Para pembenci Islam berusaha melarang pemakaian jilbab di sekolah-sekolah umum, menganggap bahwa jilbab bukanlah identitas negara Kosovo yang mayoritas Muslim ini dan menganggap bahwa jilbab bukanlah identitas keagamaan.
“Kerudung di Kosovo bukanlah sebagai elemen dari identitas kami,” kata wakil Menteri Luar Negeri Kosovo Vlora Citaku, dikutip BBC, yang mendukung keputusan pemerintah untuk melarang jilbab di sekolah-sekolah.
Selain itu, para pembenci Islam juga telah menentang pembangunan sebuah Masjid besar di ibukota Pristina karena jumlah jama’ah Muslim semakin meningkat.
Pristina memiliki 22 Masjid, tetapi ukurannya terlalu kecil dan sempit untuk sebuah Masjid tidak dapat menampung jama’ah Muslim untuk sholat berjama’ah terkhusus pada hari Jum’at, sehingga sering terlihat Muslim melakukan sholat di jalan-jalan.
LSM Muslim yang meningkat di Kosovo telah membantu kembali bangkitnya Kosovo setelah pembantaian pada Perang Salib oleh pasukan Serbia. Ada beberapa Lembaga Amal Muslim yang membantu membangun kembali Masjid yang dihancurkan pada saat perang dan memberikan bantuan keuangan kepada anak yatim-piatu korban perang juga terlibat dalam program-program pendidikan dan kesehatan.
Namun sangat disayangkan sekelompok Muslim yang membantu masyarakat miskin dan berusaha membangkitkan Islam yang benar di Kosovo dikritisi. Mereka dianggap telah menyebarkan ideologi “radikal” kepada masyarakat melalui bantuan amal.
Menurut kesaksian, masyarakat miskin diberikan 300 Euro sebulan. Namun itu dianggap oleh para “kritikus” sebagai “suap” untuk mengikuti ideologi “radikalisme”.
Seperti kesaksian Hoxha tentang tetangganya, “Tetangga saya mengatakan kepada saya mereka diberi 300 Euro sebulan untuk ‘melakukan ini'”, dikutip Onislam.
“Beberapa LSM Islam menyalahgunakan misi mereka dengan menangani masalah-masalah agama berdasarkan interpretasi spesifik mereka sendiri, berpikir bahwa orang-orang disini tidak memahami Islam yang sesungguhnya,” kata Prof. Hamiti.
“Mereka yang mengklaim bahwa mereka membawa Islam yang benar untuk Kosovo tidak mewakili ajaran Islam resmi dan tradisional dalam masyarakat kita,” tambah Prof. Hamiti.
Prof. Hamiti berpendapat bahwa mayoritas Muslim Kosovo menentang segala bentuk “eskstrimisme dan radikalisme”.
“Mayoritas Muslim di sini menentang segala bentuk ‘ekstremisme dan radikalisme’ berbasis agama,” katanya.
Muslim keturunan etnis Albani mendominasi lebih dari 95 persen dari dua juta penduduk Kosovo.
Kosovo adalah sebuah provinsi di Serbia di bawah administrasi PBB, setelah tentara Salib Serbia melakukan pembantaian terhadap etnis Muslim. Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Februari 2008, namun atas dukungan negara-negara Barat, sehingga menjadi negara sekuler. (siraaj/arrahmah.com)