ANKARA (Arrahmah.com) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah bersumpah bahwa negaranya tidak akan takluk di tengah krisis diplomatik yang sedang berlangsung dengan Amerika Serikat.
Tanpa menyebut AS secara langsung, pemimpin Turki itu pada Senin (20/8/2018) mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara serangan terhadap ekonomi negara itu dan serangan terhadap “panggilan adzan dan dan bendera kita”.
“Tujuannya sama. Tujuannya adalah untuk menundukkan Turki dan bangsa Turki, untuk menjadikannya tahanan. Kami adalah bangsa yang lebih suka ditembak di leher daripada harus dirantai di leher,” katanya dalam pesan video menjelang liburan Idul Adha.
Hubungan antara Turki dan AS telah memburuk atas sejumlah masalah, seperti tujuan yang saling bertentangan dalam konflik Suriah, rencana pembelian sistem anti-pesawat Rusia, dan penahanan pendeta Evangelis AS Andrew Brunson, yang dituduh Turki mendukung kelompok teroris.
AS telah menolak tuduhan yang diberikan Ankara terhadap Brunson dan telah menuntut pembebasannya di bawah ancaman tindakan hukuman terhadap sekutunya.
Awal bulan ini, AS menjatuhkan sanksi pada dua menteri Turki atas keputusan tahanan rumah Brunson, dan berjanji akan melakukan tindakan lebih lanjut jika dia tidak dibebaskan.
Erdogan juga telah menyalahkan kekuatan luar atas krisis ekonomi yang sedang berkembang, tercermin dalam nilai mata uang negara itu, lira.
Lira terpukul rendah setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif pada impor logam Turki, jatuh menjadi tujuh lira terhadap dolar tetapi kemudian pulih sedikit menjadi enam lira terhadap dolar.
Turki mengumumkan sanksi setara atas barang-barang yang diproduksi AS, sebesar $ 1 milyar secara total.
Erdogan telah mengecam Washington karena menyatakan “perang ekonomi terhadap seluruh dunia”.
Sehari setelah tweet Trump pada 10 Agustus, pemimpin Turki itu menulis sebuah opini di New York Times, memperingatkan bahwa AS sedang membahayakan hubungan dengan Ankara, dan bahwa Turki dapat mencari “teman-teman dan sekutu baru”. (Althaf/arrahmah.com)