ANKARA (Arrahmah.id) — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menilai negaranya membutuhkan konstitusi baru. Alasannya, Undang-Undang Dasar Turki saat ini sudah tak relevan dalam menanggapi tantangan modern, meski sudah mengalami sejumlah amendemen.
“Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) telah membuat rancangan sendiri proyek undang-undang dasar negara tahun lalu namun tidak mendapatkan dukungan dari kekuatan politik lain. Kami tidak akan main-main, dan kami akan mengangkat masalah genting ini,” kata Erdogan seperti dikutip Anadolu Agency (2/9/2022).
Pada Oktober 2021, Erdogan pernah menyatakan harapannya bahwa konstitusi baru Turki dapat disahkan pada 2023. Dia pun menyerukan semua kekuatan politik untuk secara aktif mengambil bagian dalam diskusi publik tentang dokumen hukum tertinggi negara itu.
Pada awal Februari tahun lalu, Erdogan menyatakan, AKP selaku partai yang berkuasa di Turki, beserta para sekutu nasionalisnya, telah mulai menyusun konstitusi baru.
Langkah itu kurang dari empat tahun setelah Turki merombak konstitusi sebelumnya untuk memberikan kekuasaan besar pada presiden.
Pada 2017, Turki melakukan amendemen UUD yang membuat negara itu beralih dari demokrasi parlementer ke sistem presidensial eksekutif, meski perubahan tersebut mendapat reaksi keras dari partai oposisi dan kalangan pengkritik pemerintah.
Erdogan sendiri terpilih sebagai presiden di bawah sistem baru itu pada 2018, dengan kekuatan eksekutif luas yang digambarkan oleh partai-partai oposisi sebagai “rezim tunggal”.
AKP dan sekutunya, Partai Gerakan Nasionalis (MHP), membela sistem tersebut.
Mereka kala itu mengatakan, sistem presidensial dapat menciptakan aparatur negara yang ramping. (hanoum/arrahmah.id)