ANKARA (Arrahmah.id) — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Rabu (15/5/2024) mengatakan Israel “mengincar” wilayah Turki apabila mereka jika tidak segera dihentikan.
“Israel tidak hanya menyerang warga Palestina di Gaza; [itu] menyerang kami. Hamas adalah garis depan pertahanan Anatolia di Gaza,” ujarnya, dikutip dari The Times of Israel (16/5/2024)
Pernyataan itu muncul ketika hubungan bilateral mencapai titik terendah setelah Ankara sepenuhnya menghentikan perdagangan dengan Israel awal bulan ini, menuntut aliran bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Jalur Gaza dan gencatan senjata.
“Israel akan bertanggung jawab atas 35.000 warga Palestina yang mereka bunuh dan 85.000 orang yang mereka lukai. Kami akan mendukung mereka,” lanjutnya.
“Tidak ada seorang pun yang mengharapkan kita untuk melunakkan kata-kata kita. Kata-kata tersebut sama manja dan biadabnya. Mereka membunuh orang dengan senjata paling mematikan, kelaparan dan kehausan. Mereka membawa orang keluar dari rumah mereka dan mengarahkan mereka ke daerah yang seharusnya aman. Mereka membantai warga sipil di tempat yang aman,” ungkapnya.
Erdogan pada bulan April menyamakan Hamas dengan kekuatan revolusioner Turki yang membantu mengusir tentara asing dari Anatolia pada tahun 1920an.
Meskipun kedua negara menormalisasi hubungan yang sebelumnya bermasalah dan bertukar duta besar tahun lalu, serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober menyebabkan keretakan yang melemahkan perdamaian.
Turki awalnya membungkam kritiknya terhadap pemerintahan PM Israel Benjamin Netanyahu, dan juga mengutuk serangan Hamas terhadap warga sipil.
Namun, sikap pemerintah berubah seiring berjalannya waktu seiring dengan meningkatnya penderitaan di Jalur Gaza. Turki pertama kali menarik duta besarnya untuk konsultasi pada bulan November.
Sejak menderita kekalahan besar dalam pemilu lokal di Turki pada bulan Maret, pemerintah Turki semakin mengintensifkan kritiknya terhadap Israel dan mengambil serangkaian langkah melawan pemerintahan Netanyahu.
Turki juga mengumumkan awal bulan ini bahwa mereka akan bergabung dalam kasus genosida Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional.
Meskipun demikian, sumber-sumber Israel mengatakan kepada Middle East Eye pada Senin (13/5) bahwa Israel telah mulai mengirim kembali diplomatnya ke Turki pada awal Mei, setengah tahun setelah negara itu menarik mereka karena masalah keamanan.
“Karena kepergian Israel karena alasan keamanan, Israel berusaha mengirim kembali diplomatnya secara bertahap,” kata seorang sumber Israel kepada MEE.
Seorang pejabat Turki mengonfirmasi bahwa diplomat Israel telah kembali ke pos mereka. (hanoum/arrahmah.id)