ALGIERS (Arrahmah.com) – Upaya unilateral untuk melancarkan operasi militer tidak akan membawa perdamaian bagi Libya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan pada kunjungannya ke Aljazair.
“Kami menegaskan bahwa solusi untuk konflik di Libya tidak dapat dicapai melalui cara militer,” kata Erdogan saat konferensi pers dengan timpalannya dari Aljazair, Abdelmadjid Tebboune, pada Minggu (26/1/2020).
“Kami terus berhubungan dengan negara-negara tetangga dan aktor internasional utama untuk mencapai gencatan senjata permanen dan kembali ke dialog politik,” lanjutnya.
Erdogan sebelumnya pada hari itu (26/1) mengecam komandan militer yang berbasis di timur, Khalifa Haftar, karena melanggar gencatan senjata rapuh antara Tentara Nasional Libya (LNA) dan pasukan yang setia kepada Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB.
Sejak penggulingan Muammar Gaddafi 2011, Libya hampir tidak memiliki pemerintahan yang stabil.
Pertempuran meningkat pada April setelah Haftar melancarkan serangan untuk merebut kendali ibukota, Tripoli, dari GNA, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Fayez al-Sarraj.
Ankara menandatangani perjanjian perbatasan maritim kontroversial dengan GNA pada bulan November yang mengecewakan sejumlah negara di sepanjang Mediterania timur.
Kesepakatan itu menantang zona ekonomi eksklusif Siprus, Mesir, dan Yunani, dan memberi Turki hak pengeboran di dasar laut yang berlimpah sumber daya.
Kekhawatiran Aljazair, bagaimanapun, lebih mendesak. Ia khawatir kelompok-kelompok bersenjata di wilayah perbatasan yang berpenduduk jarang ini mungkin mengeksploitasi kekosongan kekuasaan di Libya untuk melancarkan serangan di dalam wilayahnya.
Negara itu tetap netral sepanjang konflik dan baru-baru ini menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pembicaraan damai antara kedua pihak. (Althaf/arrahmah.com)