ANKARA (Arrahmah.com) – Tidak perlu menjadi seorang jenius untuk melihat orang-orang di balik fluktuasi nilai tukar lira, itu adalah operasi melawan Turki, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dikutip Sputnik pada Jumat (31/8/2018).
Pemerintah Turki dan bank sentral mengambil langkah untuk mempertahankan mata uang negara, karena berlanjutnya kebuntuan diplomatik dengan AS telah merusak sentimen investor dan mendorong arus keluar modal dari negara tersebut.
Sanksi AS memiliki potensi untuk menciptakan masalah, termasuk ketidakstabilan di kawasan itu, dan langkah-langkah tersebut diambil secara sengaja terhadap Turki karena alasan politik, menurut menteri keuangan Turki.
Pada awal Agustus, Presiden AS Donald Trump memberlakukan penggandaan tarif impor baja dan aluminium di Turki, masing-masing hingga 50 dan 20 persen, yang mengakibatkan lira Turki jatuh ke titik terendahnya dalam sejarah.
Erdogan telah menegaskan kembali niat Turki untuk membeli S-400 dari Rusia, meskipun ada tekanan dari AS.
“Ketika rudal dari Suriah jatuh di wilayah kami, warga kami tewas dan terluka, mitra kami [NATO] mulai menarik sistem pertahanan rudal yang dikerahkan di Turki. Kami membutuhkan sistem seperti itu, tetapi mereka menolak untuk menjualnya kepada kami. Dan ketika kami mencoba untuk memecahkan masalah ini sendiri, mereka menempatkan rintangan di jalan kami. Turki membutuhkan S-400, kami telah membuat keputusan tentang perjanjian ini. Saya berharap bahwa kami akan menerima sistem ini dalam waktu dekat,” kata Erdogan.
Presiden Turki juga menyatakan bahwa Ankara membutuhkan jet tempur F-35 dan akan terus berusaha untuk mendapatkannya dari Amerika Serikat. Jika Washington menghambatnya, lanjut Erdogan, Ankara akan berusaha mendapatkan jet serupa dari tempat lain.
“Mereka bahkan mencoba menghentikan pengiriman yang telah dibayar. Kami telah membayar $ 900 juta. Mereka harus menyediakan 120 jet F-35 kepada kami,” Erdogan menekankan.
Washington sebelumnya mencatat bahwa pihaknya prihatin tentang rencana pengerahan S-400 oleh Ankara, karena dapat membahayakan keamanan beberapa senjata buatan AS dan teknologi lain yang digunakan Turki, termasuk jet F-35.
Pada bulan Juni, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Eropa dan Eurasia Wess Mitchell mengatakan bahwa pembelian sistem anti-rudal S-400 milik Rusia oleh Turki dapat mengakibatkan pemotongan jet F-35. Perjanjian antara Rusia dan Turki mengenai S-400 ditandatangani pada bulan Desember 2017. Pada 13 Agustus, Presiden AS Donald Trump menandatangani undang-undang yang menjadi Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk Tahun Anggaran 2019 (NDAA). (Althaf/arrahmah.com)